Sumber : PPT Kelompok 2 Program Studi PGSD mata kuliah Ibadah dan Akhlak
Assalamu'alaikum Wr. Wb. 🙏🏻
Hallooo everyone!!! 👋🏻👋🏻
Disini saya sedikit memberikan informasi terkait Pemahaman Hadas dan Najis Serta Cara Mensucikannya Dalam Islam. Selamat membaca! 💖
A. Pengertian Najis
Najis, dalam istilah syariah, merujuk pada segala sesuatu yang
dianggap kotor atau tidak suci menurut hukum Islam, yang apabila
menempel pada tubuh, pakaian, atau tempat ibadah, dapat membatalkan
keabsahan ibadah seseorang, khususnya salat. Dalam ajaran Islam, menjaga
kebersihan dan kesucian merupakan syarat sahnya ibadah, sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222).
Konsep najis dalam Islam bukan hanya terbatas pada kotoran yang
terlihat secara fisik, tetapi juga mencakup segala sesuatu yang dianggap
tidak bersih secara syar’i. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seorang
Muslim diwajibkan untuk selalu menjaga diri dari najis, karena kebersihan
adalah bagian dari iman. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Kebersihan sebagian dari iman.” (HR. Al-Tirmidzi)
Najis dalam Islam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan tingkat
keparahannya:
1. Najis mughaladhah (berat).
2. Najis mukhaffafah (ringan).
3. Najis mutawassithah (sedang).
1. Najis Mughaladhah (Najis Berat)
Najis mughaladhah adalah najis yang memiliki tingkat kenajisan
yang paling berat dan memerlukan prosedur khusus untuk mensucikannya.
Contoh dari najis ini adalah anjing dan babi, serta segala sesuatu yang
berasal dari keduanya, seperti air liur, kotoran, dan bagian tubuh mereka.
Berdasarkan hukum syar’i, anjing dan babi dianggap najis secara mutlak,
baik zat maupun sisa-sisa mereka, sehingga seseorang harus berhati-hati
ketika berinteraksi dengan binatang tersebut. Jika seseorang terkena najis
ini, cara mensucikannya tidak cukup hanya dengan mencuci dengan air
biasa, tetapi harus mencucinya sebanyak tujuh kali, dan salah satunya
dengan menggunakan tanah atau debu, sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah SAW:
“Cara mensucikan bejana salah seorang di antara kalian apabila dijilat
anjing adalah mencucinya sebanyak tujuh kali, yang pertama dengan tanah.”
(HR. Muslim No. 279)
Dalam hal ini, tanah atau debu memiliki peran khusus dalam
membersihkan najis berat, karena selain bersifat menyerap kotoran, tanah
juga memiliki kemampuan untuk menetralkan zat-zat yang tidak bersih.
2. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Najis mukhaffafah adalah najis yang tergolong ringan, baik dari segi
cara membersihkannya maupun dari segi tingkat kenajisannya. Salah satu
contoh dari najis ringan ini adalah air kencing bayi laki-laki yang belum
mengonsumsi makanan selain air susu ibu (ASI). Berbeda dengan najis
lainnya, untuk mensucikan najis ini, seseorang hanya perlu memercikkan air ke bagian yang terkena tanpa harus mencucinya secara menyeluruh.
Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW:
“Air kencing bayi laki-laki cukup dipercikkan air, sedangkan air kencing
bayi perempuan harus dicuci.” (HR. Abu Daud No. 374).
Ini menunjukkan adanya perbedaan hukum dalam mensucikan air
kencing bayi laki-laki dan perempuan. Ulama menjelaskan bahwa
perbedaan ini karena kencing bayi laki-laki yang hanya mengonsumsi ASI
tidak seberat najis lainnya, sedangkan bayi perempuan memiliki hukum
yang berbeda.
3. Najis Mutawassithah (Najis Sedang)
Najis mutawassithah adalah najis yang berada di antara najis berat
dan najis ringan. Najis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk dalam kategori najis yang harus
diperhatikan oleh setiap Muslim. Contoh-contoh najis mutawassithah
meliputi darah, muntah, air kencing, kotoran manusia atau hewan, dan
nanah. Najis ini juga termasuk hal-hal yang diharamkan untuk dibawa atau
dikenakan saat beribadah. Mensucikan najis mutawassithah cukup dengan
mencuci bagian yang terkena najis tersebut hingga hilang bau, warna, dan
rasanya. Sebagaimana dijelaskan dalam prinsip pensucian
"Sesuatu itu dihukumi najis selama ada bau, warna, atau rasa dari
najis yang menempel padanya." (Kitab Fiqh Sunnah).
Najis mutawassithah ini terbagi menjadi dua bagian:
1) Najis 'Ainiyah
Najis yang terlihat secara fisik, seperti kotoran,
darah, atau nanah.
2) Najis Hukmiyah
Najis yang tidak terlihat secara kasat mata, tetapi
diyakini ada karena suatu sebab, seperti air kencing yang telah
kering di tempat.
Dalam kehidupan sehari-hari, najis mutawassithah adalah najis yang
paling umum dihadapi oleh umat Muslim. Oleh karena itu, penting untuk
selalu memastikan bahwa tubuh, pakaian, dan tempat salat telah terbebas
dari najis ini sebelum melaksanakan ibadah, karena kebersihan adalah
syarat sahnya salat. Allah SWT berfirman:
"Dan pakaianmu, bersihkanlah" (QS. Al-Muddathir: 4).
Dalam Islam, pensucian dari najis bukan hanya merupakan aspek
kebersihan fisik, tetapi juga simbol kemurnian hati dan niat seseorang dalam
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setiap Muslim diperintahkan untuk
senantiasa menjaga kebersihan diri sebagai bentuk penghormatan kepada
Allah dan ibadah yang dilakukan. Rasulullah SAW juga bersabda:
"Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan menyukai kebaikan, Allah Maha
Bersih dan menyukai kebersihan." (HR. Tirmidzi)
Oleh karena itu, memahami dan mempraktikkan cara-cara pensucian
dari najis adalah bagian penting dari kesempurnaan iman dan ketaatan
seorang Muslim dalam menjalankan perintah Allah SWT.
B. Pengertian Hadas
Hadas dalam istilah syariah merujuk kepada kondisi ketidak sucian
seseorang yang menghalangi pelaksanaan ibadah, terutama salat. Hadas
dianggap sebagai penghalang bagi seorang Muslim untuk melaksanakan
ibadah dengan sah dan diterima oleh Allah SWT. Dalam ajaran Islam,
penting untuk memahami hadas dan cara-cara pensuciannya agar kita dapat
melakukan ibadah dengan benar dan penuh kesadaran. Hadas dibagi
menjadi dua kategori utama, yaitu hadas kecil dan hadas besar.
1. Hadas Kecil
Hadas kecil adalah keadaan yang timbul akibat tindakan tertentu yang
membuat seseorang wajib untuk melakukan wudu agar kembali suci. Hadas
kecil ini bisa disebabkan oleh berbagai aktivitas sehari-hari. Beberapa
contoh hadas kecil adalah:
a) Buang air kecil
Ketika seseorang buang air kecil, ia kehilangan
kesucian dan harus berwudu sebelum melaksanakan ibadah seperti
salat. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis di mana Rasulullah
SAW bersabda,
”Wudu itu adalah bagian
dari iman” (HR. Muslim).
Dengan kata lain, berwudu adalah syarat
penting untuk kesucian sebelum beribadah.
b) Buang air besar
Sama halnya dengan buang air kecil, buang air
besar juga membatalkan wudu. Ketika seseorang buang air besar, ia
harus segera mengambil air untuk berwudu agar dapat melanjutkan
ibadahnya.
c) Tidur
Tidur, terutama tidur lelap, dapat membatalkan wudu.
Ketika seseorang tertidur, ia mungkin tidak menyadari apakah ia
telah terkena najis atau tidak. Oleh karena itu, disarankan agar
seseorang berwudu setelah bangun tidur. Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila salah seorang dari kalian bangkit dari tidurnya, hendaklah
ia berwudu, karena ia tidak tahu di mana dirinya telah
terkontaminasi” (HR. Bukhari dan Muslim).
d) Menyentuh kemaluan
Menyentuh kemaluan dengan tangan, tanpa
penghalang, juga membatalkan wudu. Dalam hal ini, penting untuk
menjaga kebersihan dan kesucian agar dapat beribadah dengan baik.
Hadas kecil ini dapat dihapuskan dengan melakukan wudu, yang
merupakan ibadah penting dalam Islam. Wudu adalah proses penyucian
yang harus dilakukan sebelum melaksanakan salat dan ibadah lainnya.
Adanya hadas kecil menunjukkan bahwa seorang Muslim harus selalu
waspada terhadap kebersihan dirinya dan memperhatikan tata cara
beribadah dengan benar. Wudu yang benar dan sesuai dengan tuntunan
syariat menjadi bagian integral dari kesucian.
2. Hadas Besar
Hadas besar adalah kondisi yang lebih serius dan memerlukan mandi
junub (mandi besar) untuk menghilangkannya. Hadas besar dapat terjadi
karena beberapa keadaan, di antaranya:
a) Berhubungan suami istri
Hubungan intim antara suami dan istri
menyebabkan keduanya dalam keadaan hadas besar. Setelah
berhubungan, keduanya wajib melakukan mandi junub sebelum
melaksanakan ibadah seperti salat. Rasulullah SAW menjelaskan
pentingnya mandi junub dengan sabdanya:
“Apabila seorang dari kalian berjunub, maka ia harus mandi” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Mandi junub ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi merupakan bentuk penghormatan kepada Allah SWT dan
kesadaran akan pentingnya menjaga kesucian.
b) Mimpi basah
Mimpi yang menyebabkan keluarnya air mani, baik
pada pria maupun wanita, juga termasuk dalam kategori hadas besar.
Setelah mengalami mimpi basah, seseorang diwajibkan untuk mandi
junub agar dapat kembali suci. Hal ini mengajarkan kita bahwa
kesucian bukan hanya terkait dengan aktivitas fisik, tetapi juga
mencakup aspek psikologis dan spiritual.
c) Melahirkan
Seorang wanita yang baru saja melahirkan juga
mengalami hadas besar dan harus melakukan mandi junub. Proses
melahirkan adalah peristiwa yang sakral dan membutuhkan
kesucian agar sang ibu dapat melaksanakan ibadah dengan baik
setelah melahirkan.
d) Perdarahan
Perdarahan yang tidak wajar, seperti perdarahan yang
terjadi akibat cedera, juga dapat menjadi alasan seseorang menjadi
tidak suci dan memerlukan mandi junub.
Mandi junub memiliki tata cara tertentu yang harus diperhatikan. Dalam
melaksanakan mandi junub, disunahkan untuk mengucapkan niat dalam
hati, kemudian membersihkan diri dengan cara yang sesuai. Mandi junub
dilakukan dengan membasuh seluruh tubuh, dimulai dari kepala hingga
seluruh anggota badan. Dalam hal ini, menjaga niat dan kesucian hati
sangatlah penting, karena niat merupakan aspek utama dalam setiap ibadah.
Adanya hadas besar menunjukkan bahwa dalam Islam, kebersihan
merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan ibadah dengan baik.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak
melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku
serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.
Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam
perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh
perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak
ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu
bersyukur." (QS. Al-Ma'idah: 6).
Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesucian dalam
beribadah. Sebuah ibadah yang dilakukan dalam keadaan suci akan lebih
diterima oleh Allah SWT, karena kesucian adalah simbol dari pengabdian
dan rasa hormat kita kepada-Nya. Dalam kehidupan sehari-hari, menjaga
kesucian dari hadas adalah bagian dari komitmen kita sebagai Muslim untuk
terus berusaha memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebagai penutup, memahami hadas dan cara-cara pensucian dari hadas
adalah bagian penting dari penghambaan dan ketaatan seorang Muslim
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kesucian bukan hanya aspek fisik,
tetapi juga mencerminkan keadaan hati dan niat kita dalam beribadah.
Dengan memahami dan mengamalkan konsep hadas ini, setiap Muslim dapat melaksanakan ibadah dengan sah, dan lebih mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
C. Contoh Najis dan Hadas serta Cara Mensucikannya
Kebersihan adalah kunci utama dalam kehidupan manusia dan semua
makhluk hidup. Ini tidak hanya penting untuk kesehatan kita, tetapi juga
sebagai bentuk penghormatan kepada Allah Ta’ala. Baik dari sisi agama
maupun sains, kebersihan memiliki peran yang sangat krusial. Bagi umat
beragama, kebersihan adalah wujud penghormatan kepada Tuhan.
Sedangkan dari sudut pandang ilmiah, kebersihan menjaga kita dari
penyakit dan mendukung kelangsungan hidup.
Islam memberikan perhatian besar pada kebersihan. Kebersihan tubuh,
seperti wudhu dan mandi, adalah syarat sah dalam menjalankan ibadah.
Selain itu, kebersihan hati juga sangat penting, karena hati yang bersih akan
melahirkan amal perbuatan yang baik. Dengan menjaga kebersihan, kita
tidak hanya menjauhkan diri dari najis yang membatalkan ibadah, tetapi
juga menciptakan ketenangan jiwa dalam beribadah.
1. Najis
Najis adalah suatu benda kotor menurut syara’ (hukum agama).
Bendabenda najis itu meliputi:
a. Darah, dan nanah.
b. Bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang.
c. Anjing dan babi.
d. Segala sesuatu yang dari dubur dan qubul.
e. Minuman keras, seperti arak.
f. Bagian atau anggota tubuh binatang yang terpotong dan
sebagainya sewaktu masih hidup.
Cara bersuci dari najis
1) Najis Ringan (mukhofafah), yaitu air kencing bayi lelaki
yang berumur dua tahun, dan belum makan sesutu kecuali
air susu ibunya. Menghilangkannya cukup diperceki air pada
tempat yang terkena najis tersebut. Jika air kencing itu dari
bayi perempuan maka wajib dicuci bersih.
Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya pakaian
dicuci jika terkena air kencing anak perempuan, dan cukup
diperciki air jika terkena kencing anak laki - laki “. (HR. Abu
Dawud, Ahmad, dan Hakim).
2) Najis Sedang (mutawasitoh), yaitu segala sesuatu yang
keluar dari dubur dan qubul manusia atau binatang, barang
cair yang memabukkan, dan bangkai (kecuali bangkai
manusia, ikan laut, dan belalang) serta susu, tulang, dan bulu
hewan yang haram dimakan.
Dalam hal ini tikus termasuk golongan najis, karena
tikus hidup di tempat - tempat kotor seperti comberan dan
tempat sampah sekaligus mencari makanan disana.
Sedangkan kucing tidak najis. Rasulullah SAW telah
bersabda, “Sungguh kucing itu tidak najis, karena ia
termasuk binatang yang jinak 12 kepada kalian”. (HR Ashhabus Sunan dari Abu Qotadah ra.)
Najis mutawasitoh dibagi dua:
1. Najis Ainiyah, yaitu yang berwujud (tampak dan
tidak dilihat). Misalnya, kotoran manusia atau
binatang.
2. Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud
(tidak tampak dan tidak terlihat), seperti bekas air
kencing, dan arak yang sudah mengering. Cara
membersihkan Najis mutawashitho ini, cukupalah dibasuh tiga kali agar sifat sifat najisnya (yakni
warna, rasa, dan baunya) hilang.
3) Najis berat (mugholladhoh) adalah najis anjing dan babi.
Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali
dan salah satu air yang bercampur tanah. Rasulullah SAW
bersabda : “Jika bejana salah seorang diantara kalian dijilat
anjing, cucilah tujuh kali dan salah satunya hendaklah
dicampur dengan tanah”. (HR.Muslim)
Selain tiga jenis kotoran diatas, ada satu lagi, yaitu
najis ma’fu ( najis yang dimaafkan ) Antara lain nanah dan
darah yang cuma sedikit, debu, air dari lorong - lorong yang
memercik sedikit yang sulit dihindarkan.
2. Hadas
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan
badan tidak suci – jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi
(istilah) Islam, hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor
dan dapat dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan
tayamum. Dengan demikian, dalam kondisi seperti ini dilarang (tidak
sah) untuk mengerjakan ibadah yang menuntut keadaan badan bersih
dari hadats dan najis, seperti shalat, thawaf, ’itikaf.
Berkaitan dengan hal ini Nabi Muhammad saw,
“Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat
seseorang dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu.”
(HR Mutafaq Alaih)
“Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu.” (QS Al Maidah :6)
Cara bersuci dari hadas
1) Hadas kecil penyebabnya keluar sesuatu dari dubur dan
kubul, menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya, dan
tidur nyenyak dalam keadaan tidak tetap. Cara mensucikan
hadas kecil ini adalah dengan wudhu atau tayamum.
2) Hadas Besar penyebabnya keluar air mani, bersetubuh (baik
keluar mani atau tidak), menstruasi atau nifas (keluar darah
karena melahirkan), dan lain sebagainya. Cara mensucikan
hadast besar adalah dengan mandi wajib.
Jadi, kesimpulannya adalah Najis merupakan lawan dari thaharah yaitu segala sesuatu yang kotor dan
menjijikan dalam pandangan syara’. Najis juga diartikan sebagai suatu benda yang
kotor dan menjadi penghalang kesahnya shalat. Shalat tidak akan sah jika tubuh,
pakaian, atau tempat orang yang mengerjakan shalat itu terkena najis, seperti
bangkai, tulang dan rambut bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang. Sedangkan pengertian hadats sendiri secara bahasa Al hadats dalam
bahasa Arab berarti sesuatu yang baru, maksudnya sesuatu yang
sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada. Atau secara istilah Hadats adalah
keadaan tidak suci pada seseorang yang telah baligh dan berakal sehat, timbul
karena datangnya sesuatu yang ditetapkan oleh hukum syara’ sebagai yang
membatalkan keadaan suci. Hadats juga dapat diartikan senbagai suatu keadaan
badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengn cara-cara tertentu
seperti wudhu, tayamum, dan mandi wajib. Adapun mengenai perbedaan antara keduannya yaitu jika najis memiliki
wujud suatu bendanya, sedangkan hadast adalah status hukum seseorang karena
melakukan suatu perbuatan atau mengalami suatu kejadian. Dilihat dari cara
mensuciakannya jika najis mensucikannya tidak harus denan niat sedangkan
bersuci dari hadats harus disertai dengan niat. Najis digambarkan sebagai kotoran
dzahir atau tampak, sedangkan hadats berupa kotoran hati yang tidak tampak. hadas
dan najis perlu dikelola dengan baik untuk memastikan kesucian dalam ibadah.
Menghapus hadas melalui wudhu atau mandi, serta membersihkan najis dengan
cara yang betul, adalah tanggungjawab setiap Muslim.
Itu saja dan terima kasih, semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb. 🙏🏻
Komentar
Posting Komentar