RESUME MATERI SEJARAH PERADABAN ISLAM - PENDIDIKAN AGAMA KELAS 1F PGSD UHAMKA 2023 - ISTIANA KHOIRUNNISA (2301025125)



BAB 1

MENGENAL KONSEP DASAR SEJARAH PERADABAN ISLAM


A. PENGERTIAN SEJARAH

Pengertian sejarah dalam artian sebuah kajian ilmu pengetahuan lebih luas dan mendalam dari sekedar peristiwa. Kata sejarah memiliki padanan dengan kata history dalam bahasa Inggris. Kata history berasal dari bahasa Yunani historia yang berati: inquiry (penyelidikan), interview (wawancara), interogasi dari seorang saksi mata, dan juga laporan mengenai hasil-hasil tindakan dari seorang saksi, hakim, dan orang yang tahu. Dengan demikian, dalam teks-teks Yunani kuno istilah historia mempunyai tiga arti: (1) penelitian (research) dan laporan tentang penelitian itu; (2) suatu cerita puitis; dan (3) suatu deskripsi yang persis tentang fakta-fakta.


Dari beberapa pengertian sejarah di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah penelitian terhadap semua aspek kehidupan manusia pada masa lalu, seperti politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, hukum, seni, budaya, peradaban, pemikiran, dan lain sebagainya. Dengan demikian, semua hal yang berkaitan dengan manusia dan masa lalu merupakan kajian dari sejarah. Oleh sebab itu, sejarah memiliki kaitan dengan ilmu-ilmu lainnya, terutama ilmu-ilmu yang mengkaji manusia, seperti politik, hukum, ekonomi, dan lainnya. Ilmu-ilmu tersebut dapat digunakan sebagai "alat bantu" untuk memperdalam fakta-fakta sejarah.


B. PENGERTIAN PERADABAN ISLAM

Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini juga sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kebudayaan Islam. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang menyinonimkan dua kata kebudayaan (Arab, ats-tsaqafah; Inggris, culture) dan peradaban (Arab, al-hadharah; Inggris, civilization) (Supriyadi, 2008: 18). Kata kebudayaan berasal dari kata "budi" dan "daya" ditambah awalan ke dan akhiran an. Budi berarti akal dan daya berarti kekuatan. Sementara itu, peradaban berasal dari bahasa Arab "adab" yang berarti bernilai tinggi. (Musyrifah, 2003: 3)


Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa kebudayaan Islam adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan akal manusia muslim. Adapun peradaban Islam adalah kebudayaan Islam yang bernilai tinggi. (Musyrifah, 2003: 3)


C. PENGERTIAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

Dari pengertian sejarah dan peradaban Islam di atas maka dapat dirumuskan pengertian tentang Sejarah Peradaban Islam, yaitu:

1. Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam dari waktu ke waktu, sejak zaman kelahiran Islam sampai dengan masa sekarang.

2. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam, baik dari segi ide, pemikiran, konsepsi, institusi, dan operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad Saw. sampai sekarang.


D. RUANG LINGKUP SEJARAH PERADABAN ISLAM

Ruang lingkup sejarah peradaban Islam berkaitan erat dengan objek kajian sejarah. Objek kajian sejarah peradaban Islam adalah fakta-fakta pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam, baik formal, informal, dan non formal serta baik individual maupun kelompok. Dengan demikian, akan diperoleh apa yang disebut dengan sejarah serba objek. Hal ini sejalan dengan peranan agama Islam sebagai agama dakwah penyeru kebaikan, pencegah kemungkaran, dan penuntun menuju kehidupan yang sejahtera lahir batin secara material maupun spiritual di dunia maupun di akhirat kelak.


 E. METODE DAN METODOLOGI SEJARAH

Metode dan metodologi adalah dua kata yang memiliki hubungan erat namun tetap dapat dibedakan. Metode adalah cara, prosedur, atau teknik melakukan penyelidikan sistematis yang dipakai oleh suatu ilmu atau disiplin tertentu (misalnya sejarah) untuk mendapatkan objek (fakta-fakta sejarah) yang diteliti. Sementara, metodologi adalah suatu cabang filsafat yang berhubungan dengan ilmu tentang metode atau prosedur. Dengan demikian, metode dan metodologi adalah dua fase kegiatan yang berbeda untuk tugas yang sama. (Sjamsuddin, 2007: 14)


Untuk mengkaji dan menulis sejarah peradaban Islam dibutuhkan suatu metode ilmiah agar penelitian sejarah dapat dibuktikan kebenarannya dan hasil yang dicapai dapat seobjektif mungkin. Metode SPI pada dasarnya sama dengan metode yang diterapkan dalam penelitian ilmu sejarah. Metode dalam ilmu sejarah adalah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Heuristik (heuristics) merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, materi sejarah, atau evidensi sejarah.


Metodologi dalam ilmu sejarah sampai saat ini secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu metodologi narrative, metodologi struktural, dan metodologi strukturistik. Metodologi narrative lebih menekankan kepada peristiwa. Dalam metodologi ini sebuah peristiwa diceritakan secara naratif dan deskriptif serta melihat sebuah peristiwa dari atas/penguasa. Selain itu, dalam metodologi ini teori menjadi tidak dibutuhkan. Yang terpenting dalam metodologi ini adalah sumber. Apabila sumber telah didapatkan, maka seorang sejarawan sudah dapat merekonstruksi sejarah.


F. PERIODESASI SEJARAH PERADABAN ISLAM

Terdapat perbedaan di kalangan sejarawan mengenai permulaan sejarah peradaban Islam. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah peradaban Islam dimulai ketika Rasulullah Saw. mulai menerima wahyu. Namun, sebagian lagi berpendapat bahwa sejarah peradaban Islam dimulai sejak Rasulullah hijrah ke Madinah. Dua pendapat ini secara langsung akan berakibat kepada kerunutan dalam penulisan sejarah peradaban Islam.


Perbedaan yang terjadi dalam penentuan awal penulisan dan periodesasi sejarah peradaban Islam masih dapat ditoleransi karena hanya berakibat kepada kerunutan dalam peristiwa sejarah peradaban Islam. Dalam hal isi, sebenarnya tidak jauh berbeda karena para sejarawan Islam pada umumnya telah menyepakati fakta-fakta sejarah peradaban Islam. Hanya sebagaian kecil saja yang memandang berbeda terhadap fakta-fakta sejarah tersebut.


G. MANFAAT SEJARAH PERADABAN ISLAM

Berbicara mengenai manfaat mempelajari SPI tentunya sangat banyak. Di antaranya yang saya anggap penting adalah mahasiswa khususnya dan Muslim pada umumnya menjadi tahu kemajuan yang berhasil dicapai oleh umat Islam terdahulu. Pengetahuan ini penting karena dapat memotivasi kita semua untuk maju sebagaimana umat Islam terdahulu. Selain itu, dengan mempelajari SPI umat Islam terhindar dari sikap minder terhadap perdaban lain, Barat misalnya. Hal ini dikarenakan melalui SPI dapat dibuktikan bahwa umat Islam berperan besar dalam memajukan peradaban Barat sehingga mereka dapat maju seperti sekarang ini.


Manfaat umum yang dapat diperoleh dalam mempelajari sejarah peradaban Islam adalah sejarah dapat digunakan sebagai keteladanan, cermin pembanding, dan perbaikan keadaan. Dengan mengetahui sejarah peradaban Islam, umat Islam dapat meneladani proses pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam sejak dari masa Nabi Muhammad Saw., khulafaur Rasyidin, para sahabat, ulama-ulama atau ilmuwan besar, dan tokoh-tokoh besar Islam.  


Setelah manfaat keteladanan, cerminan, dan pembanding dapat diperoleh maka manfaat selanjutnya yang tidak kalah penting adalah sebagai perbaikan. Dengan mengetahui sejarah pada masa lampau maka kita berusaha untuk memperbaiki keadaan yang sebelumnya kurang konstruktif menjadi lebih konstruktif. (Rukiati, 2006: 17) Artinya kalau ditemukan sesuatu yang tidak baik, kurang sempurna, dan tidak sesuai dengan zaman sekarang, maka kejadian pada masa lalu itu harus diperbaiki. Bahkan kalau tidak bisa diperbaiki maka harus ditinggalkan demi kemajuan peradaban Islam.


BAB 2

BANGSA ARAB MENJELANG KELAHIRAN ISLAM


Sejarah Arab secara umum terbagi ke dalam tiga periode (Hitti, 2010: 108), yaitu: 1. Periode Saba-Himyar, berakhir pada awal abad keenam masehi; 2. Periode Jahiliyah, dimulai satu abad menjelang kelahiran Islam; 3. Periode Islam, dimulai sejak kelahiran Islam sampai sekarang.


Hal yang menyebabkan bangsa Arab menjelang kelahiran Islam tidak memiliki peran besar dan signifikan dalam peradaban manusia dikarenakan budaya jahiliyah mereka. Bangsa Arab disibukkan dengan peperangan antar suku. Tidak jarang dikarenakan hal sepele mereka melakukan perang besar yang berlangsung selama bertahun-tahun. Misalanya perang Basus yang terjadi pada akhir abad kelima berlangsung sekitar 40 tahun. Perang ini melibatkan suku Bakr di satu sisi dan suku Taghlib di sisi lainnya. Pemicu terjadinya perang ini sebenarnya adalah hal kecil dan sepele yaitu karena seekor unta betina milik seorang perempuan tua suku Bakr bernama Basus dilukai oleh kepala suku Taghlib. Kedua suku itu beragama kristen dan mengklaim sebagai keturunan Wa‘il. Menurut legenda Ayyam al-Arab, perang itu berlangsung selama 40 tahun dengan cara menyerang dan merampok satu sama lain. Sementara itu, api peperangan terus dikobarkan lewat ungkapan-ungkapan puitis. Perang saudara itu berakhir pada 525 setelah kedua belah pihak lelah berperang dan akhirnya didamaikan oleh al-Mundzir III dari Hirah. (Hitti, 2010: 111)


Jadi, perempuan pada masa Arab sebelum kelahiran Islam tidak lebih berharga dari hewan ternak, bahkan perempuan lebih rendah dari hewan ternak karena bangsa Arab tidak akan mau menguburkan hewan ternaknya hidup-hidup sementara mereka mau menguburkan perempuan hidup-hidup.


A. KEYAKINAN MASYARAKAT ARAB PRA-ISLAM DAN KEDUDUKAN KA’BAH

Agama orang Arab pra-Islam adalah Paganisme, Yahudi, dan Kristen. Paganisme atau menyembah berhala merupakan agama mayoritas Arab pra-Islam. Terdapat tiga berhala besar yang disembah orang Arab pra Islam yaitu Uzza, Latta, dan Manat. Selain ketiga berhala besar itu masih terdapat 300-an berhala yang diletakkan disekitar Ka‘bah. Berhala-berhala tersebut dibuat oleh mereka sesuai dengan kepentingan dan tujuan hidup mereka. Bagi bangsa Arab, sebelum mereka melakukan aktifitas sehari-hari mereka akan menemui berhala-berhala mereka untuk meminta perlindungan.


Ka‘bah pada masa pra Islam memiliki kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Arab. Sentralnya Ka‘bah dalam kehidupan masyarakat Arab ketika itu dibuktikan dengan banyaknya berhala di Ka‘bah. Bangunan berbentuk kubus sederhana dan menjadi tempat penyimpanan Hajar Aswad ini "dihiasi" dengan ratusan berhala. Orang-orang Arab dari berbagai penjuru Arabia datang ke bangunan ini untuk melakukan ibadah penyembahan berhala.6 Dikarenakan banyaknya peziarah yang datang setiap tahun ke Ka‘bah, para saudagar Mekkah pada masa itu melihat adanya peluang bisnis yang besar. Mereka kemudian membangun penginapan, bar, restoran, dan sarana-sarana lainnya untuk para peziarah. Dalam hal ini kita dapat melihat kejelian saudagar Mekkah dalam melihat keuntungan ekonomi dari kegiatan keagamaan. Nampaknya, kondisi seperti ini juga dilakukan oleh saudagar Mekkah saat ini, yaitu penguasa Arab Saudi modern saat ini di mana mereka gencar membangun hotel-hotel mewah dan megah di Mekkah.

 

B. KEHIDUPAN BANGSA ARAB PRA-ISLAM

Bangsa Arab pra-Islam hidup dengan berternak dan berdagang. Beternak identik dengan Arab pedalaman dan berdagang identik dengan Arab perkotaan. Mereka yang beternak sangat mengandalkan lembah-lembah subur (oase) untuk mengembalakan binatang ternaknya karena hanya di oase itulah terdapat air dan rumput-rumput subur. Dikarenakan oase tidak ada di semua tempat di jazirah Arab maka acapkali oase menjadi rebutan suku-suku Arab sehingga memicu peperangan. Bagi suku yang memenangi peperangan maka mereka akan menguasai oase tersebut. Sementara yang kalah akan pergi mencari oase yang lain. Inilah salah satu penyebab mengapa bangsa Arab pra-Islam dikenal sebagai bangsa nomaden(tidak menetap).


BAB 3

MUHAMMAD SANG NABI 


Muhammad dilahirkan pada tahun 570 M, menurut Hitti tahun 571 M (Hitti, 2010: 139), ketika pasukan gajah Abrahah menyerang Mekkah guna menghancurkan Ka‘bah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Mutahlib dan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Ayah Muhammad saw wafat ketika Muhammad masih berada dalam rahim ibundanya. Adapun ibunya meninggal enam tahun kemudian pada saat dalam perjalanan pulang ke Mekkah sehabis mengunjungi paman-paman ayahnya, yakni Bani Najjar, di Yastrib.


Pada saat berusia 25 tahun, Muhammad bekerja sebagai pedagang yang membawa dagangan penduduk Mekkah ke luar negeri. Pada waktu itu, dagangan yang dibawa Muhammad adalah dagangan milik Khadijah, seorang saudagar perempuan terkaya di Mekkah yang hidup menjanda. Pada saat Muhammad mengajukan dirinya untuk membawa daganganya ke Syam dengan senang hati Khadijah menyetujuinya. Khadijah sadar dan tahu bahwa ia akan mendapatkan keuntungan besar karena dagangannya dibawa oleh orang yang bergelar Al-Amiin. Dalam perdagangan yang dilakukan Muhammad di Syam, diperoleh keuntungan yang besar atau berlipat ganda. Muhammad juga membeli barang-barang dari Syam untuk dijual di Mekkah dengan harga berlipat ganda.


Singkatnya, kejujuran dan kehormatan Muhammad kemudian menarik hati Khadijah. Mereka kemudian menikah. Usia Muhammad ketika itu 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Perkawinan Muhammad dengan Khadijah ini dikaruniai enam orang anak, yaitu Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum, dan Fatimah.


Demikianlah sosok Muhammad Sang Nabi. Meskipun ia adalah manusia yang tidak jauh berbeda dengan manusia-manusia lainnya namun ia adalah sosok yang sempurna untuk dijadikan tauladan bagi semua umat manusia. Sebagai seorang pemimpin dan negarawan ia adalah sosok yang sempurna untuk dijadikan panutan bagi pemimpin-pemimpin di dunia. Sebagai seorang ayah dan suami ia menjadi pribadi yang paripurna untuk anak-anak dan istrinya. Dan sebagai seorang Nabi ia menjadi uswatun hasanah untuk umatnya. Dalam sosok Nabi Muhammad Saw. dapat ditemukan pribadi seorang negarawan, ayah, suami, sekaligus Nabi atau pemimpin umat Islam. Semoga kita semua dapat meneladani Nabi kita tercinta, Muhammad Saw.


Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal 11 H, setelah 13 hari ia mengeluh sakit, Nabi Muhammad Saw. berpulang ke rahmatullah. Ia meninggal di pangkuan istrinya, Aisyah. Pada saat menghembuskan nafas terakhirnya ini, Nabi hanya mengenakan dua lembar pakaian, yakni selembar baju lapuk dan selembar sarung tebal. Hanya dengan itulah manusia paling mulai ini menghadap Allah Swt. (Abazhah, 2011: 375)


BAB 4

ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD


A. MISI KERASULAN NABI MUHAMMAD SAW

Sebelum menerima wahyu kerasulannya, Muhammad sering melakukan kontemplasi (perenungan) di gua Hira. Dalam perenungannya itu, Muhammad memikirkan kondisi masyarakat Arab yang gemar melakukan kekerasan dan menyembah berhala. Perenungan itu sebagai usaha Muhammad dalam mencari jawaban terhadap kondisi masyarakat Arab ketika itu. Usaha Muhammad itu kemudian memperoleh hasilnya. Tepat berusia 40 tahun, Muhammad menerima wahyu dari Allah. Sejak saat itu, Muhammad resmi menyandang status sebagai Rasulullah (utusan Allah).


Misi Rasulullah sebagai pembawa wahyu dari Allah mencakup misi duniawi dan akhirat. Artinya, Rasulullah bertugas menata masyarakat dari sisi moral dan bertugas merubah kondisi masyarakat Arab ketika itu. Dengan kata lain, Rasulullah membawa misi doktrin teologis dan doktrin teologis politis. Doktrin teologis artinya doktrin yang menekankan moralitas dalam mempersatukan ideal moral manusia dengan ideal moral Allah tanpa melakukan perubahan sosial politik. Adapun doktrin teologis politis menekankan moralitas sekaligus berusaha melakukan perubahan sistem sosial dan politik. 

Dengan misi tersebut di atas maka sosok Nabi Muhammad dikenal sebagai seorang Nabi sekaligus sebagai negarawan. Ia adalah rasul pembawa ajaran Allah sekaligus negarawan yang memimpin umatnya. Nabi Muhammad bertugas memimpin umat Islam agar sukses di dunia dan di akhirat kelak. Dikarenakan misi besarnya itulah ia menjadi sosok yang dicontoh (suri tauladan) bagi umatnya.


Misi Nabi Muhammad yang termaktub dalam ajaran Islam berhasil membawa bangsa Arab yang sebelumnya barbar dan tidak dikenal oleh bangsa lainnya menjadi bangsa yang maju dan menguasai dunia. Ia berhasil merubah kehidupan bangsa Arab dari berbagai sisi dan keadaan. Inilah yang membuat Nabi menjadi sosok yang dikenal sebagai sosok agung dan besar dalam dalam sejarah manusia.


B. PERIODE MEKKAH

Dakwah Rasulullah terbagi ke dalam dua periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung lebih kurang 13 tahun dan periode Madinah 10 tahun. Dakwah pada periode Mekkah dibagi menjadi tiga bentuk:

Pertama, dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi). Dakwah ini berlangsung selama tiga tahun. Dalam dakwah ini Rasulullah mendakwahkan ajaran Islam terbatas kepada keluarganya. Rasulullah belum mengetahui cara berdakwah ke kaum Quraisy. Dalam dakwah secara sembunyi-sembunyi ini Rasulullah berhasil mengislamkan Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Siddiq. Melalui Abu Bakar inilah beberapa orang (teman-teman Abu Bakar) dari kalangan Quraisy ikut mengucapkan dua kalimat syahadat. Mereka adalah Usman bin ‗Affan, Abdurrahman bin ‗Auf, Talhah bin ‗Ubaidillah, Sa‘d bin Abi Waqqash, dan Zubair bin ‘Awwam. Kemudian menyusul pula Abu ‗Ubaidah bin Djarrah, dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah.


Kedua, dakwah secara terang-terangan. Dakwah ini dimulai dari permulaan tahun keempat kenabian sampai Rasulullah hijrah ke Madinah. Dalam dakwah secara terang-terangan ini Rasulullah menerima banyak perlakuan yang tidak menyenangkan. Bahkan, perlakuan penduduk Mekkah kepada Rasulullah dan pengikutnya semakin buas dan beringas. Bilal menjadi salah satu korban keberingasan penduduk Mekkah di mana ia disiksa di bawah batu agar ia meninggalkan keyakinannya. Tidak hanya penghinaan dan pelecehan yang diterima pemeluk agama baru ini, ancaman kematian juga harus mereka terima. Namun, penghinaan dan pelecehan itu tidak menyurutkan semangat umat Islam yang masih sedikit. Justru semua itu menjadi penyemangat dan penebal keimanan mereka. Untuk menghindari hal terburuk akhirnya umat Islam yang masih sedikit itu hijrah ke Madinah.


C. PERIODE MADINAH

Dakwah di luar Mekkah atau di Madinah dimulai dari penghujung tahun kesepuluh kenabian sampai akhir hayat Rasulullah. Hijrah Rasulullah dan ummat Islam ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja. Ada kondisi yang mendukung terjadinya hijrah tersebut, yaitu Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Maksud penduduk Yastrib mengundang Rasulullah datang ke negerinya adalah guna mendamaikan pertikaian antar suku yang tidak kunjung berhenti. Dengan adanya Rasulullah diharapkan pertikaian itu dapat berhenti. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut: (1) Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, (2) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Rasulullah, (3) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme, (4) Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadhir, dan Banu Quraizha.


Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Rasulullah.memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut.Walhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala negara.


Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada periode Madinah ajaran Islam merupakan kelanjutan dari periode Mekkah. Bila pada periode Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah "perlawanan" dalam bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.


Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur "sempurna", juga ayat tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan,dan mencapai puncaknya pada QS 5:3. Setelah Nabi wafat, dimulailah era khulafaur rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai tercipta.


BAB 5

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFA AL-RASYIDIN


A. KHALIFAH ABU BAKAR

Abu Bakar diperkirakan lahir pada tahun 573 M. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murah bin Ka‘ab bin Lu‘ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Tamimi. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada kakeknya Murrah ibn Ka'ab ibn Lu'ai. Ibu Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma bint Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.


Panggilan Abu Bakar sebelum memeluk Islam adalah Abdul Ka'bah, hamba Ka'bah. Setelah memeluk Islam, Rasulullah kemudian mengubah panggilan itu menjadi Abdullah, hamba Allah. Rasulullah juga memberikan ash-Shiddiq, yang berkata benar, kepada Abu Bakar karena dia percaya 100% peristiwa Isra Mi‘raj Rasulullah. Gelar itulah yang kemudian melekat sampai sekarang sehingga dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq. Abu Bakar meninggal diperkirakan pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H atau 23 Agustus 634 M.


a. Pribadinya dan Tsaqifah Bani Sa‘idah

b. Tantangan di Awal Masa Kekhlifahannnya

c. Perluasan Daerah Islam

d. Peradaban Islam Pada Masa Abu Bakar


B. KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB

Umar ibn Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdl Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‗Adi bin Ka‘ab bin Lu‘ay. Dia dilahirkan di Mekkah sekitar tahun 586 M. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Umar meninggal di Madinah pada 27 Zulhijjah 23 H atau bertepatan dengan 7 November 644 M. Menurut sejarawan Umar ditikam oleh seorang budak Persia bernama Abu Lukluk (Fairuz) yang memiliki dendam pribadi kepadanya, yaitu dendam dan sakit hati karena kekalahan Persia, pada waktu menunaikan salat Subuh. Akibat tikaman itu Umar jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.


Umar berasal dari keluarga yang tergolong kelas menengah. Pada masa mudanya, Umar merupakan sedikit di antara pemuda Arab yang bisa membaca dan menulis. Selain kemampuan intelektualnya itu, Umar juga dikenal dengan kekuatan fisiknya. Hal itu dibuktikan dengan kemenangannya dalam beberapa kompetisi gulat pada masa itu. Kecemerlangan dan kekuatan Umar terbukti sangat berguna bagi kemajuan umat Islam. Di tangannya lah panji-panji ajaran Islam tersebar ke seantero jazirah Arab, bahkan berhasil merobohkan kokohnya benteng Persia. 


a. Pribadi dan Pengangkatannya Sebagai Khalifah

b. Perluasan Wilayah Pada Masa Umar

c. Kepemimpinan Umar

d. Peradaban Islam Pada Masa Umar


C. KHALIFAH UTSMAN IBN AFFAN

Utsman ibn Affan lahir di Taif sekitar tahun 579 M. Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abd alManaf al-Quraisy. Ibu Utsman adalah Urwy bint Kuraiz bin Rabi‘ah bin Habib bin Abdi asy-Syam bin Abd al-Manaf. Utsman berasal dari klan Umayyah, salah satu klan terhormat dalam suku Quraisy. Utsman termasuk orang pertama yang menerima ajaran Islam. Dia masuk Islam setelah Abu Bakar mengajaknya. Tanpa berpikir panjang Utsman menerima ajakan Abu Bakar tersebut dan mengucapkan syahadat di hadapan Nabi. Utsman meninggal pada 18 Zulhijjah 35 H atau bertepatan dengan 17 Juli 656 M di Madinah. Menurut sejarawan Utsman meninggal dibunuh oleh para demonstran di rumahnya ketika sedang membaca Alquran.


Sebagai generasi pertama yang masuk Islam, Utsman turut serta merasakan getirnya cacian dan hinaan penduduk Mekkah. Dia kemudian hijrah ke Abesinia bersama dengan istrinya atas perintah Nabi. Utsman dikenal sebagai sosok yang saleh. Pada siang hari Utsman berpuasa dan pada malam hari untuk salat. Utsman juga sangat gemar membaca Alquran bahkan sampai kematian menjemputnya Alquran berada dalam pangkuannya.


a. Pribadi dan Pengangkatannya Sebagai Khalifah

b. Perluasan Wilayah Pada Masa Utsman

c. Kodifikasi Alquran

d. Tuduhan Nepotisme

e. Peradaban Islam Pada Masa Utsman


D. KHALIFAH ALI BIN THALIB

Ali bin Abi Thalib merupakan sepupu Rasul. Ali adalah anak paman Rasul yang paling dicintainya, yaitu Abu Thalib. Dia dilahirkan di Mekkah pada tahun 599 M. Menurut pengikut Syiah, Ali dilahirkan di dalam Ka‘bah. Bagi kalangan Syiah, Ali adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah Nabi meninggal. Oleh karena itu, beberapa kalangan Syiah tidak menyukai Abu Bakar, Umar, dan Utsman karena mereka bertiga dianggap merebut atau mengambil hak kepemimpinan Ali.


Ali merupakan pemeluk Islam pertama dan satu-satunya yang menjadi sahabat Rasul yang tidak pernah memeluk agama non-Islam. Hal itu dikarenakan dia memeluk agama Islam ketika berusia 10 tahun. Ali tinggal bersama dengan Nabi disebabkan kemauan Nabi sendiri yang ingin meringankan beban hidup pamannya. Ali meninggal pada usia 63 tahun karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam saat mengimami salat Subuh di mesjid Kifah. Dia menghembuskan nafas terakhirnya pada 21 Ramadhan 40 H atau bertepatan dengan 28 Februari 661 M.


a. Pribadi dan Pengangkatannya Sebagai Khalifah

b. Peradaban Islam Pada Masa Ali Ibn Thalib

c. Konflik Internal dan Peristiwa Tahkim


BAB 6

PERSATUAN DAN PEMERINTAHAN DINASTI UMAYYAH


A. BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH

Berdirinya Dinasti Umayyah berkaitan erat dengan peristiwa Tahkim pada masa pemerintaha Ali bin Abi Thalib. Peristiwa itu memunculkan pemenang baru yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan. Dinasti Umayyah memerintah selama ± 90 tahun (40-132 H / 661-750 M). Selama hampir setengah abad berkuasa, Dinasti Umayyah memberikan berbagai pengaruh bagi peradaban Islam. Pusat pemerintahan dinasti ini terletak di Damaskus. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.


Muawiyah menyadari bahwa perpecahan di kalangan umat Islam tidak dapat dibiarkan lagi karena akan mengganggu kemajuan umat Islam sendiri. Untuk itu dia melakukan segala hal untuk menyatukan umat Islam. Bahkan, dalam upaya menyatukan umat Islam itu Muawiyah dan keturunannya tidak segan-segan melakukan tindakan tegas dan kejam terhadap pemberontakan. Mereka tidak mentolerir setiap potensi yang akan merusak persatuan umat Islam. Berkat tindakan tegas itu maka umat Islam dapat bersatu pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Meskipun harus diakui masih ada pemberontakan tetapi itu hanyalah pemberontakan kecil yang dengan mudah dapat dikalahkan oleh Dinasti Umayah. Berkat persatuan umat Islam, Dinasti Umayyah berhasil mengembangkan peradaban Islam.


 B. KEBIJAKAN POLITIK DAN KONDISI SOSIAL PADA MASA DINASTI UMAYYAH

Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab, artinya dalam segala hal dan segala bidang para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini. Akan tetapi perlu diketahui bahwa Arab yang dimaksudkan di sini bukanlah Arab setelah masa keislaman, tetapi Arab sebelum masa keislaman. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah yang dicapai.


Akan tetapi, pada masa Dinasti Umayyah ini terdapat satu orang khalifah yang benar-benar menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana. Ia juga dikenal sebagai sosok yang wara‘, zuhud, dan taat kepada Allah. Khalifah tersebut adalah Umar bin Abdul Aziz. Selama memerintah hampir 3 tahun ia berhasil membangun masyarakat dengan adil dan bijaksana. Hasilnya masyarakat sangat menghormatinya.


Adapun kondisi sosial masyarakat terbagi kedalam kelas-kelas sosial. Terdapat empat kelas sosial dalam sistem kemasyarakatan, yaitu kelas tertinggi ditempati oleh penguasa, kaum aristokrat Arab, dan kaum muslim Kelas sosial berikutnya adalah para mualaf. Adapun kelas yang ketiga adalah anggota-anggota sekte dan pemilik kitab suci yang diakui, yaitu Yahudi, Kristen, dan Saba. Kelas yang paling rendah adalah budak.


C. KEJAYAAN DINASTI UMAYYAH

Prestasi Dinasti Umayyah cukup besar dalam hal perluasan wilayah. Dinasti ini berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan, dan Kirgis. Selain keberhasilan dalam hal perluasan wilayah, dinasti ini juga memiliki keberhasilan dalam bidang-bidang lainnya, yaitu:

1. Pemisahan kekuasaan

Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spiritual power) dengan kekuasaan politik (temporal power). Hal itu dilakukan karena Muawiyah bukanlah seorang yang ahli dalam soal-soal keagamaan, maka masalah keagamaan ia serahkan kepada para ulama.

2. Pembagian wilayah

Pada masa khalifah Umar bin Khattab terdapat 8 propinsi. Maka pada masa Dinasti Umayyah menjadi 10 propinsi. Tiap- 46 tiap propinsi dikepalai oleh gubernur yang bertanggung jawab langsung kepada khalifah. Gubernur berhak menunjuk wakilnya di daerah yang lebih kecil dan mereka dinamakan ‗amil.

3. Bidang administrasi pemerintahan

Dinasti umayyah membentuk beberapa diwan (departemen) yaitu :

a. Diwan al Rasail, semacam sekretaris jenderal yang berfungsi untuk mengurus surat-surat negara yang ditujukan kepada para gubernur atau menerima surat-surat dari mereka.

b. Diwan al Kharraj, yang berfungsi untuk mengurus masalah pajak.

c. Diwan al Barid, yang berfungsi sebagai penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat.

d. Diwan al Khatam, yang berfungsi untuk mencatat atau menyalin peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah.

e. Diwan Musghlihat, yang berfungsi untuk menangani berbagai kepentingan umum.

4. Organisasi keuangan

Percetakan uang dilakukan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan, Walaupun pengelolaan asset dari pajak tetap di baitul mal.

5. Organisasi ketentaraan

Pada masa ini keluar kebijakan yang agak memaksa untuk menjadi tentara yaitu dengan adanya undang-undang wajib militer yang dinamakan ‗Nidhomul Tajnidil Ijbary‖.

6. Organisasi Kehakiman Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas yaitu:

a. Seorang qadhi atau hakim memutuskan perkara dengan ijtihad.

b. Kehakiman belum terpengaruh dengan politik.

7. Bidang seni dan sastra

Ketika Walid ibn Abdul Malik berkuasa terjadi penyeragaman bahasa, yaitu semua administrasi negara harus memakai bahasa Arab.

8. Bidang seni rupa

Seni ukir dan pahat yang sangat berkembang pada masa itu dan kaligrafi sebagai motifnya.

9. Bidang arsitektur

Telah dibangunnya kubah al sakhrah di Baitul Maqdis yang dibangun oleh khalifah Abdul Malik ibn Marwan. 


D. WARISAN PERADABAN DINASTI UMAYYAH 

Dinasti Umayyah juga mencatatkan banyak kemajuan dalam berbagai bidang, seperti bidang perekonomian, ilmu pengetahuan, seni, dan arsitektur. Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sektor pertanian. Pemerintahan ini telah memperkenalkan sistem pengairan dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.


Selanjutnya, penulisan Alquran terus mengalami penyempurnaan. Atas perintah Hajjaj18 kepada Nasr bin Ashim dibuatlah tanda titik pada huruf-huruf Alquran. Nasr membuat titik satu, dua, dan tiga pada masing-masing huruf Alquran. (Al-Hamidi, 1957: 75-76) Berkat usaha dari Nasr ini umat Islam non Arab tidak lagi kesulitan dalam membaca Alquran karena setiap hurufnya sudah bisa dibedakan. Proses penulisan Alquran terus mengalami penyempurnaan pada masa Dinasti Umayyah hingga Alquran menjadi seperti yang kita lihat sekarang, yaitu memiliki titik dan baris.


E. KERUNTUHAN DINASTI UMAYYAH

Runtuhnya Dinasti Umayyah bukanlah semata-mata disebabkan oleh serangan Bani Abbas. Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan tumbangnya kekuasaan Dinasti Umayyah, di antaranya adalah:

1. Pengangakatan lebih dari satu putra mahkota

2. Timbulnya fanatisme kesukuan

3. Kehidupan khalifah yang melampaui batas

4. Fanatisme kearaban Bani Umayyah

5. Kebencian golongan Syi‘ah


BAB 7

KEJAYAAN DINASTI ABBASIYAH


A. BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah berkuasa cukup lama, yaitu dari 750 M sampai 1258 M. Nama dinasti ini merujuk kepada paman Rasul, yakni al-Abbas. Khalifah pertama dinasti Abbasiyyah adalah Abu al-Abbas (750-754), bergelar al-saffah (Si Penjaga atau Penumpah Darah).19 Ketika pertama kali berdiri di atas mimbar untuk melakukan pidato kemenangannya dia berikrar, ―Allah telah mengembalikan hak kami (untuk memimpin), dan Ia akan menutup kepemimpinan ini dengan kami sebagaimana ia bermula. Waspadalah, karena saya adalah penjagal yang siap menghalalkan darah siapa saja (al-safah al-mubih) dan pembalas dendam yang siap membinasakan siapa pun juga (al-tsa’ir al-mubir)!‖ (Fouda, 2012: 159)


B. POLITIK DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH

Setelah cukup lama melakukan gerakan bawah tanah, kelompok Abbasiyah berhasil menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus. Setelah berhasil merebut kekuasaan, Abbasiyah mengklaim pemerintahannya mengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan negara teokrasi. (Hitti, 2009: 358) Mereka mengganti total sistem pemerintahan Umayyah yang sekuler. Selain itu, mereka mengambil pusat pemerintahan di Bagdad. Dinasti ini nampaknya berusaha total untuk tampil beda dengan dinasti sebelumnya. Selain sistem dan pusat pemerintahan, dinasti ini juga memilih gelar sebagai nama khalifah. Hal ini berbeda dengan dinasti Umayyah yang memilih nama sebenarnya untuk khalifah.


Pada masa pemerintahan Abbasiyah, sistem mementingkan suku (suku Arab) dalam pemerintahan berusaha dihilangkan. Dalam pemerintahan, siapa pun berhak menjabat asalkan memiliki kemampuan. Dalam hal ini khalifah juga demikian. Dinasti Abbasiyah tidak mempermasalahkan ibu si khalifah berasal dari suku Arab atau bukan, dari ibu yang merdeka atau dari budak. Asalkan memiliki kemampuan maka dia berhak dipilih jadi khalifah. Bahkan, dari sekian banyak khalifah Abbasiyah hanya tiga khalifah yang lahir dari ibu yang merdeka, yaitu Abu al-Abbas, al-Mahdi, dan al-Amin. Ibu al-Manshur seorang budak Berber, ibu al-Ma‘mum seorang budak Persia, ibu al-Watsiq dan al-Muhtadi berasal dari Yunani, ibu al-Muntashir seorang Yunani-Abissinia, ibu al-Musta‘in seorang Slavia, ibu al-Muktafi dan al-Muqtadir adalah budak dari Turki, dan ibu al-Mustadhi berasal dari Armenia. (Hitti, 2009: 414)


Kedudukan perempuan pada masa awal pemerintahan Abbasiyah cukup baik. Artinya, wanita dapat menikmati kebebasannya. Pada masa ini banyak wanita yang berprestasi di berbagai bidang. Banyak di antara mereka yang pergi berperang, memimpin pasukan, menggubah puisi, sastra, tokoh pencerah, dan pemusik. Misalnya Ubaydah al-Thunburiyah yang terkenal sebagai biduanita dan musisi. Namun, kebebasan itu berakhir pada masa pemerintahan Buwayhi (945- 1105). Pada masa pemerintahan ini, kaum wanita mulai mengalami pemingitan. Praktik perseliran merajalela dan moralitas seksual turun 53 drastis. Akibatnya, wanita pada masa ini ditampilkan sebagai perwujudan dari sikap licik, khianat, dan wadah bagi semua perilaku tercela dan pemikiran yang tidak berguna.


Kondisi di atas dengan jelas menunjukkan bahwa Dinasti Abbasiyah berada dalam puncak kejayaan peradaban Islam di Timur. Jika melihat kondisi kehidupan masyarakat ketika itu, maka kriteria orang berbudaya pada masa Dinasti Abbasiyah bisa dikatakan sangat maju bahkan modern. Semua kriteria itu menunjukkan bahwa masyarakat hidup dalam kemakmuran dan kemajuan. Hal itu dikarenakan sangat sulit bagi orang yang susah atau tidak sejahtera dapat melakukan apa-apa yang telah disebutkan di atas.


C. MASA KEEMASAN DINASTI ABBASIYAH

Masa keemasan dinasti Abbasiyah meliputi beberapa aspek, yaitu:

1. Ilmu Pengetahuan

2. Organisasi Militer

3. Wilayah Pemerintahan

4. Biro Pemerintahan


D. KERUNTUHAN DINASTI ABBASIYAH

Keruntuhan Dinasti Abbasiyah didorong oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Di antara yang menjadi faktor internal adalah kebijakan menyewa tentara bayaran dari Turki untuk mengamankan pemerintahan. Kebijakan itu menyebabkan keuangan negara menjadi sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk menggaji tentara bayaran sangat besar. Padahal pada saat itu, khalifah sudah tidak lagi punya kekuatan untuk memaksa propinsi-propinsi membayar pajak ke Baghdad. Tentara bayaran asal Turki, pada akhirnya semakin kuat menguasai pemerintahan.


Selanjutnya, pada masa khalifah al-Mutawakkil, orang-orang Turki berhasil merebut kekuasaan. Sejak saat itu, kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas. Faktor internal lainnya adalah kegemaran hidup bermewah yang dilakukan oleh para khalifah sepeninggal Harun ar-Rasyid. Setiap khalifah ingin hidupnya lebih mewah dari khalifah sebelumnya. Gaya hidup mewah itu juga menjangkiti para hartawan dan anak-anak pejabat. Ini mengakibatkan jumlah masyarakat miskin naik tajam. Kemudian, terjadilah guncangan politik, ekonomi, dan sosial. Adapun yang menjadi faktor eksternal adalah Perang Salib dan serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam, terutama serangan langsung ke jantung kekuasaan Abbasiyah, Bagdad.


BAB 8

PERADABAN ISLAM DI SPANYOL (ANDALUSIA)


A. PENAKLUKAN SPANYOL

Sejarah penaklukan Spanyol oleh pasukan Islam banyak menyimpan kisah heroik yang terutama dilakoni oleh pasukan Thariq ibn Ziyad. Sudah umum diketahui bahwa Thariq menghancurkan semua kapalkapal pasukannya untuk membakar semangat anggota pasukannya yang dari segi jumlah kalah dibandingkan pasukan musuh. Dengan semangat yang besar akhirnya pasukan Thariq bisa menaklukkan pasukan musuh. Namun sebenarnya, jauh sebelum itu sudah ada usaha dari pasukan perintis Islam untuk menaklukkan Spanyol. Atau kalau tidak disebut sebagai penaklukan usaha itu adalah sebuah ekspedisi penyelidikan dan pembukaan. Usaha itu dilakukan untuk membuktikan kebenaran cerita Julian yang disampaikan kepada Musa ibn Nushair.


Keberhasilan gemilang pasukan Tharif dan kondisi Spanyol yang membuka peluang untuk ditaklukkan mendorong gubernur Musa ibn Nushair mengirim Thariq ibn Ziyad dan pasukannya ke Spanyol pada tahun 711. Thariq membawa pasukan sekitar 7000 orang, yang sebagian besar terdiri atas orang-orang Berber. Dengan jumlah pasukan demikian besar, pasukan Thariq mulai bergerak ke wilayah Spanyol. Pasukan besar Thariq tersebut tentunya membutuhkan kapal untuk menyeberang ke Spanyol. Menurut sejumlah riwayat, kapal-kapal mereka, disediakan oleh Julian. Ini sesuai dengan janji yang disampaikan oleh Julian pada saat menemui Musa ibn Nushair.


Setelah melalui pertempuran besar melawan pasukan Roderick, pasukan Thariq berhasil meraih kemenangan. Selanjutnya, pasukan Thariq menyapu wilayah Spanyol dengan mudah karena Spanyol sudah tidak memiliki raja lagi. Kemenangan dalam pertempuran di Guadalete itu menjadi kunci utama bagi kemenangan selanjutnya di wilayah Spanyol. Thariq, dengan pasukannya yang besar, menyapu jalan melewati Ecija menuju Toledo dan mengirimkan sejumlah pasukan ke 60 kota-kota tetangga. Untuk mempermudah langkahnya menaklukkan kota-kota di Spanyol, Thariq dengan pintar membagi pasukannya menjadi tiga brigade/pasukan yang masing-masing pasukan bertugas menaklukkan kota-kota di Spanyol.


B. KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA

Kejayaan Islam di Andalusia dapat dilihat dari berbagai sisi, di antaranya dari sisi ilmu pengetahuan, sastra, musik, dan fisik. Dari sisi ilmu pengetahuan, musik, dan sastra kemajuan peradaban dapat dilihat dari banyaknya ilmuwan atau tokoh-tokoh yang berkarya di wilayah ini. Di antara yang dapat disebutkan adalah Muhammad ibn as-Sayiqh (Ibn Bajah), Ibn Tufail, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Tufail, Ibn Maimun, Ibn Arabi, Ibn Rusyd, Ibn Saffat dan al-Kimmy, ar-Razi, Abbas ibn Farmas, Ibn Yahya an-Naqqosh, Zahrawi, al-Qali, Zaryab, Ibn Qutyah, Ibn alKhathib, Ibn Hayyan, Ibn Hazin, dan lain sebagainya.


Sementara itu kota Kordova yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Emirat Umayyah selain dihiasi oleh masjid megah, jembatan besar, dan istana mewah, juga dipenuhi dengan 300 tempat pemandian umum, 73 perpustakaan, toko buku, dan 700 masjid. Dengan keadaan yang demikian itu, kota Kordova berhasil memperoleh popularitas dan pujian dunia internasional. Kota ini dihubungkan oleh bermil-mil jalan yang rata dan disinari lampu-lampu dari rumah-rumah di kedua sisinya. Padahal, di kota London tujuh abad setelah periode ini hanya memiliki satu lampu umum, dan di Paris beberapa abad setelah periode kejayaan Spanyol-Islam jalan-jalannya masih dipenuhi dengan kubangan lumpur. Sementara itu, pada saat Oxford University masih menganggap mandi berendam sebagai kebiasaan para penyembah berhala, kalangan ilmuwan Kordova sejak lama terbiasa berendam di pemandian-pemandian mewah.


Masjid Kordova juga menjadi salah satu bukti fenomenal keberhasilan pembangunan fisik peradaban Islam di Spanyol. Masjid ini dibangun oleh Abdurrahman ad-Dakhil, keturunan Dinasti Umayyah yang berhasil meloloskan diri dari pembantaian Dinasti Abbasiyah. Arsitektur masjid ini menandingi kemegahan masjid di Yerussalem dan Mekkah. Masjid ini dibangun dengan tiang-tiang yang banyak dan pelataran yang luas. Pada tahun 1236, Masjid Kordova dirubah Ferdinand III menjadi katedral pada saat dia berhasil merebut kota ini. Masjid Kordova tetap menjadi katedral sampai sekarang.


Hingga saat ini bangunan Masjid Kordova masih kokoh berdiri dengan nama Chathedral of Cordova atau dalam bahasa Spanyol disebut La Mezquita (masjid). Bangunan ini diakui oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan peradaban dunia. Pada awal tahun 2000- an kaum muslim Spanyol berusaha melobi Gereja Katolik Roma agar diizinkan melakukan salat di dalamnya. Usaha itu dilakukan karena muslim Spanyol mengetahui sejarah tempat itu sehingga mereka menginginkan hak mereka yang diambil oleh pihak Katolik. Akan tetapi usaha ini ditolak keras oleh Katolik Spanyol dan Vatikan sehingga sampai sekarang ia tetap menjadi katedral umat Katolik. Selain bangunan Masjid Kordova, peradaban Spanyol-Islam juga berhasil membangun bangunan fenomenal lainnya. Misalanya penguasa Emirat Umayyah membangun jembatan megah yang berbentuk tujuh belas lengkungan yang melintasi sungai Guadalquivir.


C. SUMBANGSIH ISLAM ANDALUSIA TERHADAP KEMAJUAN BARAT

Kemajuan peradaban Islam di Andalusia memberikan pengaruh yang besar bagi Eropa. Banyak orang Eropa yang datang ke Andalusia untuk menuntut ilmu di Universitas Cordova. Selain itu, orang-orang Eropa juga menerjemahkan karya-karya umat Islam ke dalam bahasa Latin sehingga orang Eropa yang tidak dapat berbahasa Arab dapat membaca karya-karya monumental umat Islam. Usaha-usaha orang Eropa itu pada akhirnya membuahkan hasil. Eropa berhasil bangkit dari zaman kegelapan untuk selanjutnya mencapai zaman keemasan sampai sekarang. 


Banyak sekali penerjemah-penerjemah Eropa yang dicatat oleh sejarah, di antara yang terkenal dan paling berjasa adalah Adelard dari Bath (1080-1152), seorang sarjana Inggris yang banyak menerjemahkan karya matematika dan astronomi ilmuwan Islam. Kemudian Gerard dari Cremona (1114-1187), seorang penerjemah yang memiliki kemampuan berbahasa Arab yang baik sehingga dia memiliki kemampuan menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Untuk melakukan penerjemahan dia sengaja pergi ke kota Toledo yang menjadi kota penting penerjemahan. Gerard dianggap sebagai penerjemah terbesar dan terhebat di antara semua penerjemah Eropa. Dia menerjemahkan 21 buku kedokteran dan sekitar 30 buku dari berbagai bidang kajian seperti matematika, astronomi, dan lainnya. Pengaruh besar Gerard bagi Eropa tidak dapat dibantah lagi. Dia menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum di universitas-universitas Eropa setelah terjemahannya dibaca oleh pelajar dan sarjana-sarjana Eropa.


Sosok penerjemah terkenal lainnya adalah raja Alfonso X (1221-1284). Dia adalah raja Castile dari tahun 1252-1254. Alfonso seringkali memerintahkan sarjana Eropa untuk menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan Islam Spanyol. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah buku-buku dalam bidang hukum, astronomi, dan sejarah. Dalam hal ini Alfonso mungkin lebih layak disebut sebagai pendukung kegiatan penerjemahan, seperti al-Ma‘mun dan Harun ar-Rasyid pada masa dinasti Abbasiyah. 


Penerjemah lainnya yang cukup banyak menerjemahkan buku-buku ilmuwan Islam adalah Michael Scot (1217-1235). Dia adalah seorang konsultan ilmuwan raja Sisilia Frederick II (1194-1250). Raja-raja Sisilia memang terkenal mendukung pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mereka seringkali mendukung penerjemah yang akan melakukan penerjemahan. Bahkan, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di Eropa, raja Sisilia mengajak ilmuwan-ilmuwan dari Spanyol Islam untuk melakukan penelitian di wilayah kekuasaannya. Salah satu ilmuwan Spanyol Islam terkemuka yang bekerja di Sisilia adalah Syarif al-Idrisi.


Penerjemah-penerjemah di atas membuktikan bahwa telah terjadi proses penerjemahan karya-karya ilmuwan Islam Spanyol ke dalam bahasa Latin, Ibrani (Hebrew), dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Karya-karya terjemahan itu selanjutnya dipelajari secara luas di sekolah-sekolah dan universitas di Eropa sehingga mereka kemudian berhasil mengembangkannya. Dari teori-teori dasar yang dikembangkan oleh ilmuwan Spanyol Islam selanjutnya ilmuwan Eropa berhasil menciptakan teori-teori yang lebih lengkap dan kompleks. Dari penemuan-penemuan dasar (pada Abad Pertengahan penemuan-penemuan itu sudah sangat maju untuk ukuran masa itu) ilmuwan Spanyol Islam selanjutnya ilmuwan Eropa dapat menciptaan penemuan-penemuan yang lebih maju dan canggih. Ilmuwan-ilmuwan Spanyol Islam telah berhasil membuat bangsa Eropa yang sebelumnya tidak mengenal ilmu pengetahuan, bahkan cenderung tidak menyukainya, menjadi kenal dan menyukainya. 


D. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN

Banyak faktor yang menyebabkan kekuasan Islam di Andalusia berakhir. Di antaranya adalah adanya khalifah-khalifah yang lemah dalam memerintah, konflik berkepanjangan dengan wilayah yang dikuasai oleh Kristen, munculnya muluk ath-thawaif (dinasti-dinastti kecil), kemerosotan ekonomi, dan sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas.


Faktor penting yang menyebabkan kehancuran peradaban Islam di Spanyol adalah perpecahan di kalangan internal penguasa umat Islam. Akibat perpecahan itu tidak ada penguasa yang kuat. Masing-masing kota dipimpin oleh raja-raja yang berbeda. Akibatnya kekuatan pun menjadi lemah karena tidak terpusat pada satu penguasa.


Kondisi itu sangat menguntungkan penguasa Kristen yang sejak lama berusaha merebut kembali Spanyol dari tangan Islam. Mereka terus berusaha merongrong kekuatan penguasa Islam di Spanyol. Pada akhirnya, kesempatan itu mereka dapatkan dan mereka berhasil memusnahkan peradaban Islam di Spanyol untuk selama-salamanya. Hanya beberapa bukti fisik peninggalan peradaban Islam yang dapat ditemui di Spanyol. Selebihnya, peradaban Islam yang pernah mengharumkan dan memajukan Eropa hilang tak berbekas dari tanah Spanyol. 


BAB 9

PERANG SALIB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERADABAN ISLAM


A. PENYEBAB TERJADINYA PERANG SALIB

Ada dua pendapat mengenai sebab terjadinya Perang Salib. Pendapat pertama menyatakan bahwa Perang Salib terjadi karena perintah dari Paus Urbanus II. Perintah Paus itu muncul sebenarnya atas permintaan kaisar Bizantium (Alexius Connenus) yang meminta bantuan kepada Romawi karena kekuatan Islam semakin mengancam wilayah kekuasaannya. Pasukan Islam seringkali mengancam Konstantinopel dan wilayah-wilayah yang dikuasai Bizantium. Alexius Connenus takut terhadap kekutan Islam dikarenakan banyak wilayah kekuasaannya yang berhasil dikuasai oleh pasukan Islam. Bahkan, pasukan Islam setelah berhasil menguasai daerah-daerah yang dikuasai oleh Bizantium mencoba untuk merebut pusat kekuasaan kekaisaran Bizantium di Konstantinopel. Sementara, Alexius Connenus menyadari bahwa kekuatan pasukannya tidak mampu sendirian menghadapi pasukan Islam. Oleh karena itulah dia meminta bantuan kepada Paus Urbanus II dengan harapan Paus akan membantunya.


Pendapat kedua menyatakan bahwa Perang Salib terjadi disebabkan oleh faktor ekonomi. Kekuasaan Islam ketika itu hampir menguasai seluruh wilayah pantai timur dan selatan Laut Tengah. Akibatnya, para pedagang Eropa mengalami kesulitan dalam melakukan perdagangan karena ada di antara penguasa Islam yang melakukan pajak tinggi bagi pedagang Eropa. Untuk merebut wilayah-wilayah itu dikobarkanlah perang Salib. Untuk tujuan ini, para pedagang Eropa rela menanggung biaya peperangan. Jadi, para pedagang Eropa bertindak sebagai sponsor atau penyedia dana peperangan ini.


B. JALANNYA PERANG SALIB

Perang Salib memakan waktu yang panjang. Artinya Perang Salib bukanlah peperangan yang sekali terjadi, tetapi Perang Salin adalah peperangan yang berlangsung berkali-kali. Sejarawan membagi perang Salib dalam beberapa periode, yaitu:

Periode pertama: periode penaklukan. Pada periode ini pasukan Salib berhasil merebut Palestina (7 Juli 1099). Sebelum menduduki Palestina, pasukan Salib berhasil menaklukkan Anatolia Selatan, Tarsus, Antiocia, Allepo, Edessa, Tripoli,, Syam, dan Arce. Dalam penaklukan Baitul Maqdis pasukan Godfrey melakukan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk Palestina tanpa membedakan jenis kelamin dan usia. Mereka yang menjadi sasaran pembantaian itu adalah yang beragama Islam dan Yahudi. Bahkan, pemeluk agama Gereja Timur juga ada yang dibantai oleh pasukan Godfrey. Menurut beberapa sumber sejarah, darah penduduk Palestina yang dibunuh mencapai lutut kuda pasukan Godfrey.


Periode kedua: periode reaksi Islam (1144-1192). Pada periode ini umat Islam memberikan reaksi dengan melakukan perlawanan kepada pasukan Salib. Pada tahun 1144, pasukan Islam berhasil merebut Allepo dan Edessa. Selanjutnya, pasukan Islam berhasil merebut Damaskus (1147), Antiocia (1149), dan Mesir (1169). Bahkan pada periode ini Baitul Maqdis berhasil direbut dari tangan pasukan Salib.


Setelah melihat banyaknya kota-kota yang dikuasi Islam jatuh ke tangan pasukan Salib akhirnya penguasa-penguasa Islam mulai menyadari dampak negatif perpecahan dan perselisihan sesama Islam. Mereka kemudian bersatu untuk melawan pasukan Salib. Hasilnya kota-kota penting yang sebelumnya dirampas oleh pasukan Salib berhasil direbut kembali oleh pasukan Islam.


Periode ketiga: periode perang kecil-kecilan (1193-1291). Disebut perang kecil-kecilan karena dalam periode ini ekspedisi pasukan Salib tidak melibatkan pasukan besar. Mereka datang hanya dengan satu pasukan tanpa melibatkan sekutu-sekutu di Eropa. Selain itu, dalam periode ini perang terjadi adalah pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan pasukan Salib di kota-kota yang dikuasi oleh pasukan Islam. Dalam salah satu peperangan di periode ini, pasukan Syajar ad-Dur berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Namun demikian, Syajar ad-Dur tidak membunuh atau menganiaya raja tersebut melainkan melepaskannya.


C. PERIODE SALAHUDDIN AL-AYYUBI

Perang Salib pada masa Salahuddin merupakan masa yang dikenang oleh umat Islam dan Kristen. Indutri film Hollywood pun tidak ketinggalan membuat film mengenai Perang Salib periode Salahuddin dengan judul Kingdom of Heaven. Melalui film tersebut, kita dapat melihat Perang Salib pada masa Salahuddin dari kacamata industri film Barat. Film itu menunjukkan bagaimana kebijaksaan Salahuddin selama periode Perang Salib.


Ada perbedaan perlakuan pasukan Salahuddin dan Godfrey terhadap penduduk Palestina. Kalau pasukan Godfrey melakukan pembantaian kepada penduduk Palestina, maka pasukan Salahuddin melakukan sebaliknya. Penduduk Palestina dibiarkan hidup. Mereka tetap diberikan kebebasan memeluk agama mereka dan bebas menjalankan kehidupan sehari-harinya. Apa yang dilakukan oleh Salahuddin ini dengan jelas menunjukkan kebijaksaan dan kesalehannya. Dia benar-benar mentaati perintah Nabi Muhammad Saw. dalam peperangan.


Kemenangan pasukan Salahuddin itu menimbulkan reaksi dari Eropa. Orang Eropa kemudian mengumpulkan pasukan besar guna membalas kekalahan mereka. Pasukan besar itu dipimpin oleh Richard Si Hati Singa. Peperangan pada periode ini (27 Agustus 1187-12 Juli 1191) dianggap sejarawan sebagai salah satu operasi militer terbesar sepanjang Abad Pertengahan. Dikarenakan kedua pasukan memiliki kekuatan dan semangat yang sama, maka peperangan besar ini berakhir dengan perdamaian. Pada tanggal 2 November 1192 ditandatanganilah perdamaian antara Islam dan Kristen. Dalam perjanjian perdamaian itu dihasilkan kesepakatan bahwa daerah pantai menjadi milik bangsa Eropa, sedangkan ‗daerah pedalaman‘ menjadi milik Islam. Selain itu, peziarah yang datang ke Yerusalem tidak boleh diganggu. Keagungan Salahuddin dalam peperangan telah membawa dirinya menjadi teladan Islam. Bahkan di Eropa, Salahuddin dihormati Inggris sebagai raja yang memiliki sikap teladan dan kepahlawanan.


D. IMPLIKASI PERANG SALIB TERHADAP PERADABAN ISLAM 

Perang Salib yang berlangsung selama lebih dari dua abad membawa dampak yang besar bagi peradaban Islam dan Barat. Peperangan ini mengakibatkan terjadinya kontak langsung antara Barat dan Timur. Kontak langsung ini menyebabkan terjadinya pertukaran pikiran dan budaya antara keduanya. Namun demikian, Eropa sebagai kelompok yang mendatangi Timur memiliki implikasi yang sangat baik bagi kemajuan peradabannya. Dengan perang Salib mereka menjadi tahu kemajuan peradaban Timur sehingga mereka dapat meniru itu. Beberapa keuntungan orang Eropa dengan adanya peperangan ini adalah perdagangan yang semakin luas, mempelajari kesenian, dan penemuan penting, seperti kompas pelaut, kincir angin, dan lain sebagainya.


Sementara itu, bagi Islam peperangan itu selain membuat kehancuran fisik peradabannya, kekuasaan perdagangan di Laut Tengah menjadi kecil karena sebagian telah dikuasai oleh orang Eropa. Akibat perang ini, umat Islam bukannya belajar tetapi malah banyak yang terjun ke dunia mistis sehingga untuk selanjutnya peradaban Islam tertinggal jauh dari peradaban Barat sampai sekarang.


BAB 10

INVASI MONGOL


A. ASAL USUL BANGSA MONGOL

Asal mula bangsa Mongol adalah dari masyarakat hutan yang mendiami Siberia dan Mongol Luar di sekitar danau Baikal dan pegunungan Altani tepatnya di bagian barat laut Cina. Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugei (w. 1175). Dia adalah ayah Chinggis (Chingis atau Jengis). Chinggis aslinya bernama Temijin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Chinggis sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang diberikan kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Chingis Khan/Raya yang Agung. Pengangkatan itu ketika dia berumur 44 tahun. Perlu diketahui juga, bahwasannya bangsa Mongol adalah bangsa yang pemberani dan tegar dalam berperang.


B. INVASI MONGOL SAMPAI BAGHDAD JATUH

Wilayah Arab menjadi jajahan Mongol setelah Bagdad ditaklukkan oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Dia membentuk kerajaan II Khaniyah yang berpusat di Tabris dan Maragha. Atas kepercayaan Mongke Khan, Hulagu Khan ditugaskan untuk mengembalikan wilayah-wilayah Mongol di Asia Barat yang telah lepas dari kekuasan Mongol setelah kematian Chinggis. Pada tahun 1253, dia berangkat dari Mongolia dengan disertai pasukan yang besar untuk menunaikan tugas itu. Atas kepercayaan saudaranya tersebut, Hulagu Khan dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus, dan Asia Kecil.


Selanjutnya Hulagu Khan bermaksud merebut Mesir. Tetapi malang, pasukan Mamluk ternyata lebih kuat dan lebih cerdik sehingga pasukan Mongol dapat dipukul di ‗Ain Jalut, Palestina, pada tahun 1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi Mesir. Akibat kekalahan itu sikap percaya diri Hulagu Khan mengalami keruntuhan. Praktis setelah kekalahan di ‗Ain Jalut pasukan Hulagu Khan tidak pernah lagi melakukan penaklukan besar. Nampaknya Hulagu Khan sadar bahwa keyakinan selama ini salah. Dia berkeyakinan bahwa pasukannya tidak akan terkalahkan dan tidak ada yang mampu melawan, apalagi mengalahkan pasukannya. Tetapi, pasukan Mamluk berhasil meruntuhkan keyakinan Hulagu Khan tersebut dan menyebabkan dirinya patah semangat serta tidak percaya diri lagi melakukan penaklukan-penaklukan.


C. IMPLIKASI INVASI MONGOL TERHADAP PERADABAN ISLAM

Invasi Mongol terhadap wilayah Islam membawa dampak yang positif maupun negatif terhadap peradaban Islam. Namun demikian, dampak negatif lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana, sejak dari wilayah timur hingga ke barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan- perpustakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi ummat Islam. Pembunuhan terhadap umat Islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulagu Khan saja yang membunuh khalifah Abbasiyyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat Islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh Argun Khan ke empat pada dinasti II Khaniyyah terhadap Takudar sebagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk Islam, Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga Juwaini yang tersohor dihukum mati tahun 1284, Syihabuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan Sa‘id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289. Yang lebih fatal lagi ialah hancurnya Baghdad sebagai pusat dinasti Abbasiyyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilitas perpustakaan, hilang lenyap dibakar oleh Hulagu. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.


Gazan Khan menyuruh kaum Kristen dan Yahudi untuk membayar Jizyah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan Islam, melarang riba‘, dan menyuruh para pemimpinnya menggunakan sorban. Dia gemar pada seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab, Persia, Cina, Tibet dan Latin. Gazan Khan mati muda ketika berumur 32 tahun, karena tekanan batin yang berat. Tekanan batin itu muncul ketika pasukannya kalah di Syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk menggusurnya dari kekuasaannya. Sepeninggal Gazan, Uljaitu Khuda Banda (1305- 1316) ditunjuk menggantikannya. Dia memberlakukan aliran Syi‘ah sebagai hukum resmi kerajaanya. Uljaitu mendirikan ibu kota baru yang bernama Sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas II Khaniyyah. Banyak koloni dagang Italia terdapat di Tabriz, dan II Khaniyyah menjadi pusat pedagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta Timur Jauh. Namun perselisihan dalam keluarga dinasti II Khaniyyah menyebabkan runtuhnya kekuasaan mereka.


BAB 11

ISLAM DI ASIA TENGGARA


Para pedagang dan sufi memiliki andil besar dalam menyebarluaskan Islam di Asia Tenggara. Melalui mereka Islam masuk ke Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara. Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman, dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 SM Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.


Terdapat beberapa sarana yang mempermudah proses masuknya Islam ke Asia Tenggara, yaitu melalui perdagangan, perkawinan, Tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. Perkembangan Islam di Asia Tenggara dapat dilihat dari beberapa wilayah di bawah ini.

A. MALAKA

B. SARAWAK, SULU, DAN MINDANAU

C. THAILAND DAN BIRMA (MYANMAR)

 D. SINGAPURA

E. BRUNEI


BAB 12

ISLAM DI NUSANTARA


A. TEORI KEDATANGAN ISLAM DI NUSANTRA

1) Gujarad (India). Teori ini menyatakan bahwa Islam di Nusantara berasal dari Gujarad. Penganut teori ini mendasarkan teorinya dengan bukti-bukti di bawah ini:

a. Batu nisan di Indonesia sama dengan di India.

b. Jalan dagang India-Indonesia lebih ramai.

2) Arab. Teori ini menyatakan bahwa Islam di Nusantara berasal langsung dari Arab. Penganut teori ini mendasarkan teorinya dengan bukti bahwa gelar Al-Malik yang dipakai raja-raja Samudera Pasai sama dengan gelar raja di Mesir.

3) Persia. Teori ini menyatakan bahwa Islam di Nusantara berasal dari Persia. Penganut teori ini mendasarkan teorinya dengan bukti-bukti di bawah ini:

a. Adanya upacara Tabut (peringatan kematian Hasan dan Husein) di Pariaman dan Bengkulu.

b. Nama daerah ‖Leran‖ merupakan nama suku di Persia.

c. Di Persia ada tulisan ‖Pegon‖ yang merupakan tulisan Jawa.

4) Cina. Teori ini menyatakan bahwa Islam di Nusantara berasal dari Cina. Penganut teori ini mendasarkan teorinya dengan bukti-bukti di bawah ini:

a. Gedung Batu di semarang (masjid gaya Cina).

b. Beberapa makam Cina muslim.

c. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan Cina.


B. SEJARAH AWAL MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA

Masuknya Islam ke Nusantara dapat dibagi ke dalam tiga gelombang, yaitu:

Gelombang pertama pada abad ke 1 H/7 M. Rombongan ini berasal dari Basrah, dipimpin oleh Makhada Khalifah. Gelombang kedua pada abad ke 6 H/13 M, dipimpin oleh Sayyid Jamaluddin al-Akbar al-Husaini, yang anak cucunya lebih dari 17 orang tiba di Gresik. Pendakwah lainnya adalah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Malik Ishak, Raden Rahmat, dan lain-lainnya. Gelombang ketiga pada abad ke 9 H/16 M, dipimpin oleh ulama Arab dan Tarim, Hadramaut. Mereka berjumlah lebih kurang 45 orang dan datang berkelompok berkisar 2, 3, atau 5 orang. Mereka ini menetap dan berdakwah di Aceh, Riau, Sadang, Kalimantan Barat dan Selatan, Sulawesi Tengah dan Utara, Ternate, Bali, Sumba, dan Timor.


C. Perkembangan Peradaban Islam Sebelum Kemerdekaan

Perkembangan peradaban Islam sebelum masa kemerdekaan menunjukkan kejayaan yang membanggakan. Pada masa ini, banyak kerajaan-kerajaan besar yang menggunakan Islam sebagai pedoman dalam kehidupan kerajaan. Di antara kerajaan-kerajaan itu adalah Samudera Pasai, Perlak, Aceh Darussalam, Demak, Mataram Islam, Cirebon, Banten, Ternate, dan Goa Tallo. Kerajaan-kerajaan tersebut memberikan kemajuan di masing-masing wilayah kekuasaannya.


Tidak adanya kerajaan Islam yang menguasai secara total kepulauan Nusantara mengakibatkan tidak adanya pengaruh Islam dalam perpolitikan di Indonesia. Selain itu, dalam peninggalan bersejarah Indonesia, peninggalan sejarah Hindu dan Buddha lebih mendapatkan perhatian bangsa Indonesia jika dibandingkan oleh peninggalan Islam. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.


D. ISLAM PADA MASA REVOLUSI (1945-1949)

Pada masa revolusi, perjuangan Islam diarahkan guna melawan kembalinya Belanda. Namun demikian, umat Islam juga tidak melupakan penegakan kehidupan bernegara yang baik. Untuk itu, umat Islam membentuk partai politik guna mendukung sistem pemerintahan demokratis di Indonesia dan guna memudahkan umat Islam dalam menyampaikan aspirasinya serta memudahkan penyatuan umat Islam dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. (Jamil, 2010: 67) 


Pada masa revolusi umat Islam menunjukkan konsistensinya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, pada masa yang dipenuhi dengan konflik bersenjata dan perundingan ini, para pemimpin Islam tidak pernah memunculkan keinginan mereka untuk merealisasikan cita-cita terbentuknya negara Islam. Umat Islam tidak mau memanfaatkan situasi bangsa Indonesia yang tengah berjuang menghadapi Belanda untuk memaksakan kehendaknya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum komunis di Madiun. Sebagaimana telah dicatat dalam sejarah, pada bulan September 1948, kaum komunis di Madiun mengadakan pemberontakan untuk menentang pemerintahan RI di Yogyakarta, akan tetapi dengan tekad dan semangat yang kuat pemerintah berhasil menumpas pemberontakan ini. (Jamil, 2010: 71-72)


Pada masa ini pulalah sejarah mencatat peranan Masjumi, sekurang-kurangnya tokoh-tokohnya, dalam penyelesaian revolusi, terutama dari masa aksi militer Belanda kedua sampai pada penyerahan kedaulatan. Misalnya peranan Mohamad Roem, anggota Masjumi, yang berhasil memimpin delegasi Republik Indonesia dalam perundingan RIBelanda pada tanggal 14 April 1949, yaitu Perundingan Roem-Roijen. Perundingan ini merupakan perundingan pendahulu untuk "memuluskan" langkah penyerahan kedaulatan yang akan dilaksanakan di Belanda. Berkat perundingan ini, Konferensi Meja Bundar di Belanda pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949 dapat terlaksana. Penyerahan kedaulatan akhirnya ditandatangani pada 29 Desember 1949. Dengan ditandatanganinya Piagam Pengakuan dan Penyerahan Kedaulatan tersebut maka berakhirlah masa revolusi di Indonesia. (Jamil, 2010: 72)


E. ISLAM PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)

Pada masa Demokrasi Parlementer, golongan Islam mencoba memunculkan kembali gagasan negara Islam yang sempat tertunda dikarenakan revolusi yang terjadi di Indonesia. Seperti pada masa sebelum kemerdekaan (masa sidang BPUPKI), perjuangan golongan Islam ini mendapat penentangan keras dari kalangan nasionalis sekuler yang mendukung Pancasila sebagai negara. Pada masa ini, penentangan kalangan nasionalis sekuler tidak mengalami perubahan. Bahkan penentangan itu menjadi bertambah keras yang nampak jelas dalam perdebatan di Konstituante. Di Dewan Konstituante partai-partai Islam berusaha keras mewujudkan cita-cita terbentuknya negara Indonesia yang berlandaskan Islam. Partai-partai Islam dalam Konstituante beradu argumen dengan partai-partai pendukung Pancasila. Pada akhirnya dikarenakan masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah, Konstituante yang ditugaskan merumuskan dasar negara tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. (Jamil, 2010: 73)


Dikarenakan kebuntuan di Konstituante tidak kunjung terpecahkan, maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang membubarkan Konstituante dan menetapkan kembali secara resmi UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara. Sejak saat itu, Konstituante bubar. Dengan dibubarkannya Dewan Konstituante, Islam politik kembali gagal merealisasikan cita-cita terbentuknya negara Islam. Bahkan pada masa selanjutnya, yaitu Demokrasi Terpimpin, peran dari partai-partai Islam mengalami penurunan. Lebih tragisnya, Partai Masjumi yang dianggap sebagai partai Islam terbesar harus membubarkan dirinya setelah dipaksa oleh Presiden Soekarno membubarkan diri.


F. ISLAM PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1960- 1965)

Pada tahun 1957, partai Islam Masjumi bukan saja tambah renggang dan asing dari Soekarno tetapi juga tambah bertentangan secara konfrontatif dengan Presiden. (Noer, 1987: 369) Penentangan keras Masjumi terhadap Soekarno tidak terlepas dari keteguhan Masjumi dalam memperjuangkan demokrasi. M. Natsir, Ketua Umum Masjumi, menulis banyak artikel yang digunakan untuk membantah dan menunjukkan berbagai kelemahan sistem Demokrasi Terpimpin. Perjuangan Masjumi dalam mempertahankan prinsipnya akhirnya berakhir pada tanggal 17 Agustus 1960 pukul 5.20 pagi. Saat itu pimpinan pusat Masjumi menerima surat dari Direktur Kabinet Presiden yang mengemukakan bahwa Masjumi harus dibubarkan. Surat itu mengatakan bahwa, "Paduka Yang Mulia Presiden telah berkenan memerintahkan kepada kami" untuk menyampaikan keputusan Presiden (No. 200/1960) bahwa partai Masjumi harus dibubarkan. Dalam waktu 30 hari sesudah tanggal keputusan ini, yaitu 17 Agustus 1960, pimpinan partai Masjumi harus menyatakan partainya bubar. Pembubaran ini harus diberitahukan kepada Presiden secepatnya. Kalau tidak, partai Masjumi akan diumumkan sebagai ―partai terlarang‖. Kurang dari sebulan kemudian, yaitu tanggal 13 September, pimpinan pusat Masjumi menyatakan partainya bubar. (Noer, 1987: 387)


Persatuan dan kekompakan yang diperlihatkan pada saat persidangan Majelis Konstituante tidak terlihat lagi. "Islam" sebagai pemersatu di antara partai-partai Islam itu telah hilang atau sama sekali tidak menjadi perhatian. Yang menjadi perhatian adalah kepentingan golongan masing-masing. Masjumi, dengan demikian, ditinggalkan sendirian oleh teman seperjuangannya hingga akhirnya dipaksa membubarkan diri oleh pemerintah. Di sini dapat dilihat bahwa sebenarnya "Islam" tidak dapat menjamin adanya kekompakan atau persatuan di antara pendukungnya. Penggunaan jargon Islam dalam arena politik justru menimbulkan sisi negatif bagi Islam karena Islam tidak mampu menyatukan umatnya.


Sebagai dukungan partai-partai Islam itu kepada Soekarno maka mereka mendapatkan jatah kursi dalam pemerintahan. Dalam kabinet Djuanda (1957-1959) NU mendapat 4 kursi dan PSII 1 kursi dan dalam kabinet tahun 1959 jumlah menteri NU dan PSII menjadi 3. Selanjutnya kabinet Soekarno itu mengalami beberapa kali reshuffle dan masing-masing partai Islam tersebut juga mengalami pasang surut dalam posisinya di kabinet.


G. ISLAM PADA MASA ORDE BARU

Pada masa awal pemerintahan Orde Baru muncul harapan baru di kalangan umat Islam bahwa mereka dapat berperan aktif dalam politik. Munculnya harapan itu dikarenakan beberapa tindakan pemerintah Orde Baru yang menunjukkan "pemihakan" kepada umat Islam, seperti pembebasan tokoh-tokoh Islam dan diizinkannya koran dan majalah Islam diterbitkan kembali setelah sebelumnya pada masa Soekarno dilarang. Selain itu, umat Islam berkeyakinan bahwa mereka memiliki peran yang besar dalam memberangus gerakan komunis di Indonesia (PKI). Oleh karena itu, suatu hal yang wajar, menurut mereka, bahwa mereka dapat kembali berperan secara aktif dalam politik—setelah sebelumnya pada Demokrasi Terpimpin hal itu mengalami kendala dan halangan. Dengan aktifnya umat Islam dalam politik, maka harapan untuk kembali mengajukan Piagam Jakarta sebagai dasar negara dan pelaksanaan agenda-agenda yang menguntungkan umat Islam dapat direalisasikan. (Jamil, 2010: 93)


Setelah perjuangan pengakuan Piagam Jakarta dalam persidangan Komisi II dan Komisi III MPRS tidak berhasil sampai SU MPRS ditutup, maka wakil-wakil partai Islam dari NU, PSII, dan Parmusi menemui Soeharto. Dalam pertemuan itu wakil-wakil partai Islam mengemukakan keinginannya agar pemerintah menjadikan aspirasi politik umat Islam direalisasikan sebagai politik resmi negara. Akan tetapi keinginan itu ditolak oleh Soeharto. Soeharto kemudian menegaskan dalam Kongres Veteran pada April 1968 bahwa dia tidak bersedia melaksanakan usul-usul dasar yang tidak ditetapkan resmi oleh MPRS. (Cahyono, 1992: 73-74)


Peminggiran Islam politik pada masa Orde Baru mencapai puncaknya pada tahun 1985. Pada tahun itu pemerintah memberlakukan undang-undang organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang berakibat kepada hilangnya partai Islam. Undang-undang itu mewajibkan semua organisasi masyarakat dan partai politik untuk menggunakan asas Pancasila sebagai asas organisasinya. Dengan diterimanya Pancasila sebagai asas tunggal, maka Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dianggap sebagai perwakilan partai Islam tidak bisa lagi mengklaim dirinya sebagai partai Islam. PPP yang sebelumnya eksklusif untuk umat Islam dipaksa pemerintah menjadi partai terbuka untuk semua golongan.


H. ISLAM PADA MASA REFORMASI

Setelah rezim Orde Baru runtuh pada tahun 1998 kembali muncul harapan baru bagi Islam di kancah perpolitikan Indonesia. Reformasi yang digulirkan memunculkan peluang kepada kalangan Islam untuk meraih kekuasaan dan membangun umat Islam Indonesia. Umat Islam seakan berlomba-lomba mendirikan partai Islam. Total ada 48 partai baru yang mengikuti pemilu tahun 1999, termasuk di dalamnya partai-partai Islam. Nampaknya, politikus Islam memanfaatkan momentum reformasi dengan cara semaksimal mungkin sehingga mereka tidak mau kalah dengan kelompok sekuler dan agama lainnya dalam membangun partai politik.


Keadaan politik umat Islam berbanding terbalik dengan keadaan pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, dan lainnya. Pada era reformasi pendidikan umat Islam mengalami kemajuan yang pesat. Demikian pula dalam bidang lainnya. Hal itu terlihat dari banyaknya tokoh-tokoh Islam yang menjadi pemimpin di negeri ini, seperti menjadi menteri, gubernur, bupati, walikota, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, banyak kalangan umat Islam yang memegang posisi penting dalam berbagai jabatan di Indonesia pada era reformasi. Mereka berhasil menjadi rektor, pemimpin BUMN, hakim, jaksa, dan lain sebagainya. 

Selain keberhasilan itu, pada era reformasi muncul banyak ormas-ormas yang mengatasnamakan Islam, seperti FPI, MMI, JI, HTI, dan lain sebagainya. Mereka ini membawa simbol-simbol Islam dalam pergerakan organisasinya. Namun dikarenakan umat Islam Indonesia sudah memahai sejarah maka ormas-ormas ini tetap menjadi ormas minoritas di tengah mayoritas umat Islam. Umat Islam Indonesia meyakini bahwa kemajuan Islam Indonesia bisa dilakukan tanpa harus membawa simbol-simbol agama Islam. Dengan membawa simbol-simbol agama Islam justru akan mengotak-ngotakkan dan melemahkan Islam seperti yang terjadi pada masa sebelum-sebelumnya. Islam di Indonesia akan berjaya dengan dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia. Inilah Islam Nusantara.


BAB 13

DINASTI SYAFAWI DAN DINASTI MUGHAL 


A. DINASTI SYAFAWI

Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. (Holt dkk, 1970: 394) Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam, Musa al-Kazim. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah. (Hamka, 1981: 79) Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Dalam perkembangannya, tarekat Safawiyah sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini, ajaran Syi'ah. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.


Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh. (Holt, 1970: 396) Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya'kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M). (Holt, 1970: 397)


Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I (Brockelmann, 1974: 398). Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent). 


Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan sukusuku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Yatim, 2003: 142). Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I. Peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.

a. Kondisi Politik dan Sosial Dinasti Syafawi 

b. Kondisi Seni Arsitektur

c. Kondisi Ekonomi

d. Kondisi Ilmu Pengetahuan

e. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Safawi


B. DINASTI MUGHAL

Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India. Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk sebuah imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa Persia dan bangsa India.


Selama masa pemerintahannya Kerajaan Mughal dipimpin oleh beberapa orang raja. Raja-raja yang sempat memerintah adalah Zahiruddin Babur (1526-1530), Humayun (1530-1556), Akbar (1556- 1605), Jahangir (1605-1627), Shah Jahan (1627-1658), Aurangzeb (1658- 1707), Bahadur Syah (1707-1712), Jehandar (1712-1713), Fahrukhsiyar (1713-1719), Muhammad Syah (1719-1748), Ahmad Syah (1748-1754), Alamghir II (1754-1760), Syah Alam (1760¬-1806), Akbar II (1806- 1837 M), dan Bahadur Syah (1837-1858).


a. Kelahiran Dinasti Mughal

b. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Mughal

c. Keruntuhan Dinasti Mugha


BAB 14

DINASTI UTSMANI (OTTOMAN)


A. ASAL USUL DINASTI UTSMANI

Nama Usmani diambil dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Usmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp, kepala Kabilah Kab di Asia Tengah (Hamka, 1975: 205). Awal mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun 1300 M. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia, dan Irak. Mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah (Bosworth, 1993: 163).


Usman mengirim surat kepada raja-raja kecil guna memberitahukan bahwa sekarang dia raja yang besar dan dia menawar agar raja-raja kecil itu memilih salah satu diantara tiga perkara, yakni ; Islam, membayar Jizyah, dan perang. Setelah menerima surat itu, separuh ada yang masuk Islam ada juga yang mau membayar Jizyah. Mereka yang tidak mau menerima tawaran Usman merasa terganggu sehingga mereka meminta bantuan kepada bangsa Tartar, akan tetapi Usman tidak merasa takut menghadapinya. Usman menyiapkan tentaranya dalam mengahdapi bangsa Tartar, sehingga mereka dapat ditaklukkan.


Usman mempertahankan kekuasaan nenek moyang dengan setia dan gagah perkasa sehingga kekuasaan tetap tegak dan kokoh sehingga kemudian dilanjutkan dengan putera dan saudara-saudaranya yang gagah berani meneruskan perjuangan sang ayah dan demi kokohnya kekuasaan nenek moyangnya.


B. PUNCAK KEGEMILANGAN DINASTI UTSMANI

Dinasti Usmani atau Ottoman mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Kejayaan ini dilanjutkan oleh raja-raja berikutnya, seperti Sultan Sulaiman al-Qanuni. Untuk menjadikan Ottoman sebagai kekaisaran terkuat di dunia dia tidak hanya mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah Timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Ottoman. Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia Kecil. Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, di antaranya :

1. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan

 2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

3. Bidang Keagamaan


C. KERUNTUHAN DINASTI UTSMANI

Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman al-Qanuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal di antaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para pengganti Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan sistem pemerintahan tidak berjalan semestinya.


Selain faktor di atas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah :

1. Wilayah Kekuasaan yang sangat luas

2. Heterogenitas Penduduk

3. Kelemahan para penguasa

4. Budaya pungli

5. Pemberontakan Tentara Jenissari

6. Merosotnya ekonomi

7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi

8. Harem


BAB 15

PERKEMBANGAN ISLAM DI NEGARA-NEGARA MODERN


A. TURKI

Secara geografis Turki terletak di dua benua, yaitu Benua Asia dan Eropa. Dengan luas wilayah sekitar 814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya terletak di benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di benua Eropa.25 Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Secara historis, bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani dan pengaruh negara-negara Barat Modern. Hingga saat ini, bangunan-bangunan bersejarah masa Bizantium masih banyak ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki. Yang paling terkenal adalah Aya Sofya, suatu gereja di masa Bizantium yang berubah fungsinya menjadi mesjid pada masa Khalifah Usmani dan sejak pemerintahan Mustafa Kemal hingga kini dijadikan musium.


B. MESIR

Islam masuk ke wilayah Mesir pada tahun 628 M. Pada saat itu, Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis—yang berada di bawah kekuasaan Romawi—mengajak masuk Islam. Pada tahun 639 M, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amr bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi.


C. SAUDI ARABIA

Nama Saudi berasal dari kata nama keluarga Raja Abdul Aziz, yaitu as-Sa'ud. Pada tanggal 23 September 1932, Abdul Aziz bin Abdurrahman as-Sa'ud—dikenal juga dengan sebutan Ibnu Sa‗ud— memproklamasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi atau Saudi Arabia (al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah) dengan menyatukan wilayah Riyadh, Najd (Nejed), Ha-a, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz kemudian menjadi raja pertama pada kerajaan tersebut. Arab Saudi adalah negara tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW serta tumbuh dan berkembangnya agama Islam.


D. IRAN

Iran memiliki sejarah besar dan panjang. Sebelum berada dalam kekuasaan Islam, Iran merupakan salah satu pusat peradaban dunia. Iran atau Persia adalah sebuah negara Timur Tengah yang terletak di Asia Barat Daya. Meski di dalam negeri negara ini telah dikenal sebagai Iran sejak zaman kuno, hingga tahun 1935 Iran masih dipanggil Persia di dunia Barat. Pada tahun 1959, Mohammad Reza Shah Pahlavi mengumumkan bahwa kedua istilah tersebut boleh digunakan. Nama Iran adalah sebuah kognat perkataan "Arya" yang berarti "Tanah Bangsa Arya".


E. EROPA

Pertumbuhan agama Islam di Eropa sekarang cukup mengembirakan, walaupun sedikit mengalami ―ganggauan‖ pasca peristiwa 11 September. Namun, karena kegigihan para mubaligh dalam berdakwah sehingga dalam perkembangannya agama Islam semakin baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Apalagi setelah Paus Paulus II membuka dialog antar umat beragama, Islam menjadi lebih dikenal di Eropa. 


F. AMERIKA

Kapan Islam mulai masuk ke Amerika sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan sejarawan. Menurut Profesor Sulayman Nyang, ketua Departemen Studi Afrika di Universitas Howard di Washington, Islam masuk ke Amerika jauh sebelum kedatangan Christopher Columbus. Menurutnya Muslim datang ke negara ini selama zaman Mansa Musa, Raja Mali di Afrika Barat yang mengungkapkan perjalanan Islam ke Dunia Baru. Tahap berikutnya dalam sejarah Islam, menurut Nyang, adalah periode perdagangan budak, gelombang imigran dari Timur Tengah, Yugoslavia dan Asia Tenggara, dan dipeluknya Islam oleh orang-orang Amerika, apakah itu orang kulit putih, kulit hitam, orang Amerika asli, atau pun Latin.

Komentar